Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Global Sepekan: Reformasi Perancis, "Brexit" dan Langkah Fed

Kompas.com - 12/06/2017, 09:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Ketika PM Inggris Theresa May mengajak adanya percepatan pemilu di April, di Perancis, calon presiden Emannuel Macron diestimasi akan memenangkan pemilu dan melalui mayoritas parlemen.

Tujuh minggu kemudian, May kehilangan mayoritas suara di parlemen. Sementara Macron sepertinya akan memenangkan suara mayoritas parlemen dan menjadi presiden dengan dukungan suara terbesar sejak pemilihan presiden Charles de Gaulle di 1968.

Pimpinan Uni Eropa khawatir kekalahan PM May akan menunda negosiasi pemisahan Inggris dari Uni Eropa yang seharusnya dimulai pada bulan ini. Dengan demikian, kekalahan May juga menguatkan risiko gagalnya negosiasi, dan ketidakpastian menghantui Uni Eropa sepanjang pekan ini.

Perhatian juga difokuskan pada pemilu legislatif Perancis yang berlaku dua ronde, yakni pada Minggu lalu dan 18 Juni 2017 mendatang.

Prediksi bisa saja salah, tentu saja, berkaca dari kasus PM May. Tapi jika Macron tidak sukses membangun kolaborasi dengan oposisi, dia akan memimpin negara dengan penuh tekanan dan tidak banyak bantuan tersedia.

Perekonomian Perancis saat ini sudah berakselerasi tumbuh. Pada Jumat lalu, bank sentral Perancis mengatakan perekonomian negara ini diestimasi akan naik 1,4 persen atau naik tipis dari prediksi sebelumnya.

Bank sentral juga mengatakan bahwa Perancis masih dalam bahaya melebihi target defisit anggaran Uni Eropa, dengan prediksi kelebihan hingga 3,1 persen, sementara prediksi Uni Eropa 3,0 persen dan prediksi pemerintah sebelumnya 2,8 persen.

Akan ada audit anggaran di bukan depan. PM Edouard Phillipe mengatakan dia khawatir hal ini merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya.

"Brexit" dan The Fed

Inflasi menjadi hal yang dikhawatirkan banyak pihak pasca pemilu Inggris yang mengejutkan hasilnya. Hal ini terjadi paska upaya pemisahan ekonomi Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.

Inflasi di Inggris naik tajam, sebagai akibat dari jatuhnya poundsterling dibanding dollar AS dan euro, pasca referendum.

Polling ekonom Reuters menunjukkan bahwa inflasi tahunan di Inggris akan mencapai 2,7 persen. Itu akibat poundsterling yang terus turun sejak Brexit.

Pembayaran upah pekerja akan turun 2 persen dalam tiga bulan hingga April, tidak termasuk penurunan bonus.

(Baca: Belanja Konsumen di Inggris Turun untuk Pertama Kali Dalam 4 Tahun)

Penjualan ritel di Mei juga diperkirakan mengalami keleusan pasca referendum, dengan prediksi penurunan 0,8 persen dibanding bulan sebelumnya.

Sementara di Amerika Serikat, kenaikan suku bunga federal Reserve, bank sentral AS, atau The Fed, diharapkan akan naik walaupun data inflasi yang lebih rendah menambah daftar pertanyaan apa yang akan terjadi di Amerika Serikat kemudian.

Ada juga ekspektasi bahwa Fed akan mengumumkan pengurangan laporan keuangannya sepanjang periode pemberian stimulus. Hal itu dilakukan untuk menormalisasi kebijakan pada hampir satu dekade dimulainya krisis ekonomi.

(Baca: Hasil Sementara Pemilu Inggris Mengejutkan, Poundsterling Terpuruk)

Kompas TV Akibat Pemilu Perancis, Wall Street Tutup Saham Sementara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com