Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Bawang Putih, Kementan Segera Atur Tata Niaga Kedelai

Kompas.com - 13/06/2017, 07:08 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan membuat aturan baru terkait tata niaga komoditas impor yakni kedelai.

Hal itu dilakukan guna mengantisipasi kejadian lonjakan harga yang tinggi akibat belum tersedianya aturan dari pemerintah seperti bawang putih beberapa waktu lalu, ditambah ketergantungan Indonesia terhadap komoditas tersebut melalui importasi.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan membuat regulasi terkait tata niaga singkong maupun kedelai.

"Bukan saja rekomendasi singkong, tetapi bahkan kami sudah berpikir (aturan) kedelai ke depan, karena kami perkuat kedelai di 2018," papar Mentan Amran Sulaiman saat rapat kerja dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Mentan menjelaskan, selain membuat aturan tata niaga kedelai pihaknya juga akan meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan menyediakan lahan seluas 2 juta hingga 2,5 juta hektar.

"Kami buka kurang lebih 2 juta hektar. Bila perlu mungkin 2,5 juta hektar," papar Mentan.

Kendati demikian, Amran belum menjelaskan secara rinci terkait lokasi mana saja yang akan dijadikan sentra kedelai dan kapan aturan tata niaga kedelai diterbitkan.

Menurutnya, komoditas impor seperti kedelai saat ini belum diatur oleh pemerintah atau sepenuhnya diberikan kepada mekanisme pasar dan pelaku usaha.

Dengan demikian, dirinya merasa perlu aturan tersebut agar permainan harga atau fenomena lonjakan harga kedelai bisa diantisipasi oleh pemerintah.

"Mungkin kita butuhkan juga rekomendasi izin impor jangan bebas seperti sekarang ini, kedelai memang kami harus akui bahwa kami dulu tidak fokus, arah kebijakan pertanian kita target selesaikan satu persatu," kata Mentan.

Manfaat Ekonomi

 

Sementara itu, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) I Made Urip menegaskan, pemerintah untuk tidak sembarangan dalam membuat program pembangunan pertanian terlebih peningkatan produksi komoditas strategis seperti kedelai.

Menurutnya segala rencana baik kebijakan maupun program harus terealisasikan dengan baik agar memberikan manfaat dan nilai tambah bagi ekonomi masyarakat.

"Pengembangan kedelai dua juta hektar. Padahal kalau mau lihat ke lapangan betapa sulitnya untuk meningkatkan produksi kedelai, petani kita sangat malas untuk menanam kedelai karena pasca panen kemudian modifikasi kedelai," ujar Made.

Made menegaskan, rencana program pengembangan kawasan kedelai sebesar 2,5 juta hektar jangan hanya sebuh rencana diatas kertas, akan tetapi harus dilaksanakan oleh pemerintah.

"Itu 2,5 juta hektar jangan sampai program ini hanya sebuah ilusi saja dan tidak sesuai dengan fakta dilapangan, terlalu mudah untuk menjual program dan janji-janji, hal ini perlu disampaikan yang 2,5 juta hektar itu di mana kira-kira potensi ini dikembangkan," tegasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah impor kedelai periode Januari hingga April 2017, total impor kedelai mencapai 1,04 juta ton dengan nilai 467,01 juta dollar AS.

Sedangkan periode Januari hingga April 2016 mencapai 767.000 ton dengan nilai 305,3 juta dollar AS. Berdasarkan negara asal, Indonesia mengimpor kedelai berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Malaysia, dan Benin.

(Baca: Petani Pilih Tanam Jagung dan Padi, Produksi Kedelai Nasional Turun)

Kompas TV Pedagang Susu Kedelai Tuntaskan Nazar Ketemu Jokowi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com