Masyarakat pemudik berkereta api kelas ekonomi boleh berbahagia karena mereka akan menikmati perjalanan kelas ekonomi tetapi rasa kelas eksekutif. Belum lama ini, PT INKA (Industri Kereta Api) Madiun mengirimkan enam rangkaian (60 kereta) baru pesanan PT KAI kelas ekonomi premium. Kereta-kereta ini menjadi bagian dari 438 kereta pesanan PT Kereta Api Indonesia yang akan diselesaikan pembuatannya dalam waktu dua tahun.
Kereta ekonomi premium, menurut istilah PT KAI, hanya berisi 80 kursi lengkap dengan lampu baca, dibanding 106 tempat duduk di kelas ekonomi lama. Berpendingin udara, kursi di kelas yang interiornya jauh lebih bagus ini dapat direbahkan ke belakang dan ada CCTV. Sementara spesial untuk penumpang berkebutuhan khusus (difabel), kapasitasnya hanya 64 penumpang.
PT INKA kini memang bukan sekadar pembuat kereta, tetapi lebih menjurus membangun andal dengan rasa seni, yang akhirnya juga mendatangkan order berulang dari beberapa negara, semisal Banglades. Ke negara di Asia Selatan ini, PT INKA sudah mengirimkan 250 kereta penumpang berbagai macam.
INKA merupakan contoh industri yang ditekan oleh persaingan, yang hanya bisa unggul jika mampu bersaing. Dan, persaingan itu bukan hanya di harga, melainkan dari mutu, tidak kaku semata memenuhi persyaratan teknologi, namun juga seni.
BUMN itu sudah melangkah jauh, tidak hanya memproduksi kereta berdasarkan pengalaman lebih 36 tahun sebagai industri yang terseok-seok menuju keberhasilannya. INKA juga mampu menunjukkan dapat menciptakan komponen-komponen utama asli bikinan dalam negeri.
Ketika industri telekomunikasi menetapkan ponsel, gawai, dan alat komunikasi lain yang diimpor atau dibuat di Indonesia unsur TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) 30 persen pada tahun 2017 ini, industri kereta api sudah mendahului. Pabrik kereta api satu-satunya di Asia Tenggara, PT INKA sudah mampu membangun kereta dan lokomotif dengan TKDN di atas 40 persen.
Industri kereta api yang semula diyakini tidak dapat berkembang karena hanya punya konsumen tunggal, PT Kereta Api Indonesia, kini produksinya bahkan sudah digunakan di mana-mana. Dari mulai kereta kelas ekonomi dan eksekutif pesanan Bangladesh sampai bagian dan komponen kereta untuk KA Thailand, Malaysia, Australia, Mozambique, dan Arab Saudi, dan segera ada KA buatan INKA di Tanzania dan Sudan.
Loko dan AC buatan sendiri
Bagian penting kereta, boogie, sudah sepenuhnya dapat dibangun oleh BUMN yang pabriknya ada di Madiun itu, kecuali mungkin roda dan peredam kejut udara. Harga boogie impor bisa 85.000 dollar AS satu buah, tetapi produk INKA hanya 40.000 dollar AS. Peredam kejut berupa tabung udara yang berbentuk seperti roda mobil itu masih diimpor karena produksi kereta dengan boogie demikian tidak banyak, sehingga kalaupun dipabrikasi, skala ekonominya kecil.
Demikian pula mesin pendingan udara, anak perusahaan PT INKA, Icond, berhasil membuat perangkat pendingin udara dengan bahan lokal dan terbukti andal. Dengan TKDN tinggi, ujung-ujungnya harganya pun bisa ditekan sampai hampir separuhnya dibanding harga AC impor karena AC Toshiba untuk kereta api harganya Rp 900 juta sementara produksi ICOND (INKA Air Condition) hanya dibanderol Rp 600 juta.
Beberapa lokomotif CC 300 diesel hidrolik berkekuatan 2.000 tenaga kuda (HP) pesanan Kementerian Perhubungan, di luar mesin buatan Caterpilar dan transmisi buatan VOITH, semua dibuat di dalam negeri. Hasil akhirnya, harganya bisa bersaing hampir 50 persen dibanding jika diimpor langsung.
Kehebatan lokomotif INKA ini antara lain mampu menerjang banjir sampai ketinggian tertentu. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh lokomotif-lokomotif diesel elektrik karena banjir akan melumpuhkan hubungan listrik dari generator mesin ke traksi motor akibat terkena air. Dengan CC 300 INKA, rangkaian kereta yang ditariknya lebih menguntungkan karena tidak perlu ada kereta pembangkit listrik, cukup dipasok lokomotif.
Menggerakkan ekonomi lingkungan, INKA memesan komponen-komponen sampai peredam spiral, tempat duduk yang dapat diputar dan direbahkan, ke anak dan cucu perusahaan selain ke industri sekitar Madiun. Padahal, kereta mewah kelas eksekutif pertama buatan INKA, kelas Argo pada tahun 1995, kursinya saja diimpor dari Taiwan yang harganya sekarang bisa di atas Rp 50 juta per set.
Saking bagusnya, mantan Menparpostel mendiang Joop Ave memuji Argo Anggrek sebagai "Seven four seven on the ground", membandingkannya dengan pesawat jumbo jet Boeing 747. Saat itu memang B-747 menjadi pesawat terbesar dan termewah di dunia, yang saat ini sudah tersaingi oleh Boeing 777 dari segi kemewahan dan oleh Airbus A 380 dari segi kapasitas yang dapat memuat 800 orang penumpang kelas ekonomi.
Membuat lokomotif diesel hidrolik yang anti-banjir saja PT INKA mampu, apalagi "hanya sekadar" kereta penumpang. Bangladesh sudah mengoperasikan 250 kereta penumpang buatan INKA sejak awal tahun ini, disusul segera oleh 50 kereta pesanan pasti, selain 200 kereta lagi yang pesanannya menunggu diteken Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank – ADB) sebagai penyandang dana.
Menggerakkan ekonomi Madiun
Kemungkinan meraup pesanan 200 kereta agak mengkhawatirkan karena India dan terutama Tiongkok tidak mau pengalaman lolosnya order 300 kereta Bangladesh ke Indonesia. Keduanya mengerahkan lobi lewat pemerintahnya sebab dari soal harga, Tiongkok yang terkenal produksi murahnya, sudah mentok di harga terendah mereka.
Di luar KRL (kereta rel listrik) yang dibeli karena murah bekas dari Jepang, PT Kereta Api Indonesia (KAI) sudah meneken order pembuatan 438 buah kereta, yang akan diselesaikan dalam dua tahun. Sejumlah kereta penumpang ini merupakan generasi baru yang lebih bagus dibanding kereta-kereta penumpang yang sudah dimiliki PT KAI, di antaranya kereta kelas ekonomi premium.
Belum lagi, PT INKA mampu membangun kereta inspeksi VVIP yang berjendela kaca tahan peluru. Kebutuhan operasional pemerintah (Kementerian Perhubungan) dan PT KAI semua dapat dipenuhi, antara lain kereta wisata, kereta ukur, dan berbagai macam kereta barang.
Tumbuhnya pesanan bagi BUMN itu membawa efek bagus bagi lingkungan sekitar pabrik. Baik dari segi kesempatan bekerja dengan dibangunnya pabrik-pabrik peralatan pendukung seperti pendingin udara sampai tempat duduk, ekonomi Madiun pun turut terangkat, kegairahan ekonomi makin tampak.
Bayangkan saja, di tengah masyarakat yang upah minimum regional (UMR)-nya Rp 1,4 juta, upah terendah kayawan PT INKA dan 2 anak serta 3 cucu perusahaannya minimal Rp 2,5 juta. Dibanding sarjana baru pegawai negeri sipil (PNS) yang gajinya antara Rp 2,5 juta dan Rp 3 juta, pabrik kereta ini berani membayar Rp 5 juta.
Ditambah macam-macam tunjangan, seorang karyawan PT INKA minimal menerima gaji 14 kali setahun, tetapi rata-rata mereka gajian 18 kali tergantung kondisi keuangan perusahaan. Tidak heran, seorang ahli perlistrikan yang baru saja memasuki masa pensiun dan ditampung di anak perusahaan bisa menerima gaji bersih Rp 9 juta sebulan.
Kondisi ini, ditunjang masa depan yang cerah di industri perkeretaapian, membuat banyak sarjana fresh graduate antre melamar. Selain gaji yang konon masih lebih tingi dibanding kayawan PT Telkom level sama, biaya hidup di Madiun sangat jauh dibanding dengan Surabaya. Apalagi dengan Jakarta yang biaya hidupnya super mahal, tetapi UMR-nya Rp 3,3 juta, hanya dua kali lipat lebih dari UMR Madiun.
Dan, keberadaan karyawan PT INKA, termasuk anak perusahaan yang 3.000-an orang, sangat mencolok di tengah jumlah penduduk Kota Madiun yang tidak sampai sejuta. Selain dengan karyawan PT Telkom dan karyawan PLN yang gajinya konon lebih besar, ketiga BUMN ini ikut menggerakkan ekonomi Madiun dan Jawa Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.