Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Selalu Alami Krisis Jika Dipimpin Bankir?

Kompas.com - 16/06/2017, 05:12 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkapkan fakta bahwa setiap kali Garuda Indonesia dipimpin oleh direktur utama yang berasal dari kalangan perbankan selalu mengalami krisis.

"Garuda ini perlu restrukturisasi. Makanya mungkin bu Rini Soemarno (Menteri BUMN) memilih Pahala N Mansury sebagai Dirut karena bankir. Padahal ketika Garuda krisis selalu dirutnya bankir," kata Agus di Jakarta, Kamis (15/6/2017).

(Baca: Garuda Indonesia Bantah Alami Kebangkrutan)

 

Agus pun menyebut nama-nama dirut Garuda dengan latar belakang bankir yang pada masa kepimpinannya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut menghadapi krisis.

Mulai dari Robby Djohan (1998–1999) mantan dirut Bank Mandiri, Abdul Gani (1999–2002) mantan dirut Bank Duta, Emirsyah Satar (2005–2014) mantan dirut Bank Danamon, hingga Pahala Nugraha Mansury (2017– sampai saat ini) mantan dirut Bank Mandiri.

"Jadi dipikir Garuda dipimpin bankir itu bisa bebas krisis. Padahal kan tetap banyak yang harus dibenahi kebijakannya. Kalau tidak dibenahi ya agak susah," kata Agus.

Agus juga berujar, kalau pun kondisi keuangan Garuda sehat. Hal itu tetap tidak akan membuat Garuda mudah berkembang layaknya maskapai penerbangan swasta lainnya di Indonesia dan dunia.

"Kalau Garuda sehat pun agak sulit berkembang. Swasta bisa berkembang karena fleksibel beda dengan Garuda. Efisiensi perusahaan BUMN ini tak mudah," ujar Agus.

(Baca: Garuda Indonesia Butuh Waktu 1 Tahun agar Keuangannya Stabil)

 

Ia memberikan contoh soal pembukaan rute baru. Garuda kata Agus sangat susah mengajukan izin rute baru, karena proses dan birokrasinya yang berbelit. Berbeda dengan maskapai penerbangan swasta yang lebih mudah.

"Garuda tidak punya rute, beda dengan Lion. Lion ada pesawat ATR. Rute baru buat Garuda jadi masalah, karena berbelit perizinannya. Swasta enak saja," kata dia.

Diketahui, pada kuartal I 2017 Garuda Indonesia mencatatkan kerugian sebesar 98,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,31 triliun (kurs 13.300). Padahal pada kuartal I 2016, perseroan mencatatkan laba 1,02 juta dollar AS.

Kerugian yang terjadi pada kuartal I 2017 lalu disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain, karena kenaikan harga bahan bakar avtur.

Dalam paparan kinerjanya, Garuda menyebutkan bahwa dalam setahun terakhir biaya bahan bakar perseroan naik 54 persen dari 189,8 juta dollar AS di kuartal I 2016 menjadi 292,3 juta dollar AS di kuartal I 2017 akibat kenaikan harga avtur.

Kenaikan biaya bahan bakar tersebut secara signifikan membuat total biaya operasional meningkat 21,3 persen dari 840,1 juta dollar AS di kuartal I 2016 menjadi 1,01 miliar dollar AS di kuartal I 2017, atau mencapai 20-30 persen dari biaya operasional.

Di sisi lain, penerimaan pendapatan yang naik 6,2 persen dari 856 juta dollar AS di kuartal I 2016 menjadi 909,5 juta dollar AS di kuartal I 2017, tidak mampu mengkompensasi tingginya biaya bahan bakar.

Kemudian, perseroan juga menangguk rugi karena sedikitnya jumlah penumpang yang diangkut. Hal ini sejalan dengan siklus tahunan sepinya penumpang di kuartal I.

Ada beberapa rute penerbangan baik domestik maupun mancanegara mengalami kerugian akibat sedikitnya jumlah penumpang. Setidaknya ada 10-20 rute dalam daftar yang tengah dikaji oleh pihak maskapai mengenai keberlanjutannya.

(Baca: Budaya Perusahaan dan Regulasi Bikin Garuda Kesulitan)

Kompas TV Garuda Indonesia Menderita Kerugian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com