Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panas Bumi Jadi Masa Depan EBT di Indonesia

Kompas.com - 21/06/2017, 05:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

AMBON, KOMPAS.com - Pengembangan panas bumi menjadi salah satu upaya pemerintah Indonesia mengembangkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 25 persen di 2025. Ke depan, Indonesia tidak perlu lagi terlalu bergantung pada energi fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Hal itu disampaikan Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, pada sambutannya di acara groundbreaking Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tulehu di Ambon, Selasa (20/6/2017).

"Harapannya dengan semakin banyak energi baru dan terbarukan yang dihasilkan, maka tarif listrik EBT akan lebih murah," ujarnya.

Menurut dia, saat ini potensi panas bumi di Indonesia termasuk yang besar di dunia. Produksi panas bumi Indonesia mencapai urutan tiga besar dunia, yakni sebanyak 1.698 MW. Sementara target di 2025 diperlukan setidaknya 7.000 MW.

"Artinya, masih kurang sekitar 5.500 MW lagi untuk mencapai target bauran energi. Ini bukan hal yang gampang," lanjutnya.

Dengan demikian, pihaknya menyambut baik grounbreaking PLTP Tulehu ini. Baik dari sisi tambahan daya yang dihasilkan, serta serapan investasinya.

"Proyek PLTP Tulehu ini sebesar 20 MW. Jika 1 MW saja investasinya memakan 4 juta dollar AS-5 juta dollar AS, bisa 100 juta dollar AS yang masuk ke Ambon. Oleh karena itu kami harapkan di Ambon akan tumbuh sentra-sentra ekonomi baru sehingga masyarakat juga berkembang perekonomiannya," ujar dia.

Menurut dia, panas bumi merupakan sumber energi yang bersih dan terbarukan. "Jika 20 MW, katakan satu kepala keluarga dapat 450 Kw, ada sekitar 45.000 kepala keluarga yang dapat tersambung listrik. Dan ini terbarukan, tidak akan habis dan bersih," pungkasnya.

PLTP Tulehu

Sekadar informasi, PLN pada Selasa (20/6/2017) melakukan groundbreaking pembangunan PLTP Tulehu berkapasitas 2x10 MW. Proyek ini terletak di Desa Suli dan Tulehu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

PLTP ini menjadi PLTP pertama yang dibangun oleh PLN. PLTP Tuluehu ditargetkan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date /COD) di tahun 2019. PLTP yang dibangun di atas lahan 1.920 hektar tersebut akan memperkuat sistem kelistrikan di Pulau Ambon yang hingga saat ini dihasilkan dari PLTD dengan daya mampu 61,9 MW dan beban puncak 54 MW.

Saat ini, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Tulehu memiliki potensi sebesar 60 MW dimana untuk awal proyek ini, PLN mengembangkan sebesar 2x10 MW. Proyek pengeboran sumur PLTP Tulehu ini didanai oleh PLN dan JICA dengan nilai kontrak sebesar 31 juta dollar AS.

Jumlah sumur panas bumi yang akan di bor berjumlah empat sumur yakni terdiri dari tiga sumur produksi dan satu sumur injeksi Sedangkan kegiatan Enjiniring Dan Supervisi Pengeboran Pengeboran dilakukan oleh Konsultan WestJec-Connusa Energindo.

Pelaksanaan Pengeboran dilakukan oleh PT Halliburton Logging Services Indonesia dalam bentuk kontrak Full IPM (Integrated Project Management).

Hingga saat ini jumlah pelanggan PLN di area Ambon berjumlah 162.017 pelanggan, dan sekitar 90 persen dari total penggunaan listrik di Ambon berasal dari keperluan rumah tangga, jauh melampaui industri, bisnis dan sosial. Penambahan PLTP Tulehu ini diharapkan dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi di Ambon karena berpotensi menarik para investor.

Secara keseluruhan PLN telah mengoperasikan PLTP dengan kapasitas sebesar 600 MW dari 1.500 MW kapasitas terpasang di Indonesia. Jumlah ini sama dengan sepertiga total kapasitas seluruh pembangkit panas bumi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com