Padahal Presiden Jokowi sudah berulang kali mengimbau agar kabinetnya meninggalkan zona nyaman dan hal-hal yang rutin. Presiden tampak paham bahwa disruption tak dapat dihadapi dengan rigidity. Namun lain di atas lain pula di bawahnya.
Dari sini saya berharap para regulator bertobat dan lebih mampu berpikir terbuka terhadap pembaharuan. Saya ingin regulator mengakui bahwa mereka telah turut membunuh kreativititas dan job creation yang dibutuhkan negri ini.
Dengan lebih dari 2.500 karyawan baru, plus hidupnya outlet-outlet yang sudah lama mati, bagi saya seharusnya regulator sadar bahwa mereka bertanggungjawab terhadap matinya Sevel.
Kalau kita pandai menggunakan kacamata perubahan yang disruptif, maka lonceng-lonceng kematian sesungguhnya tengah berbunyi dalam beragam industri mulai dari keuangan, besi baja, semen, pupuk hingga perhotelan.
Saya tak merasa ada masalah bila regulator mengawasi peraturan dengan baik, dan menegur, bahkan menutup bagi yang merugikan kepentingan umum. Apa yang terjadi dengan Sevel sungguh miris.
Saya juga ingin mengingatkan dampak dari setiap kebijakan yang diambil regulator dalam era disruption ini. Pertama, melindungi lazy incumbents akan mengakibatkan penciptaan lapangan kerja baru terhambat dan konsumen kehilangan pilihan.
Kedua, menimbulkan tekanan bagi lazy incumbent bisa mengakibatkan incumbent terpacu berubah dan menciptakan lapangan kerja baru.
Ketiga, mendatangkan kebijakan baru yang disruptif bisa menimbulkan lapangan kerjabaru, bisa juga menghancurkan semuanya.
Adakalanya kehancuran lapangan pekerjaan akibat peristiwa disruption memang tak dapat dihindarkan. Namun penting bagi regulator untuk mengkompensirnya dengan kebijakan disruptif lain yang menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Itulah yang tengah dilakukan pemerintah Singapura yang melatih ulang SDM-nya menyusul ancaman disruptif terhadap 160.000 pekerja di sektor retail yang terancam e-commerce dari Tiongkok dan Indonesia. Belum lagi ancaman pada pekerja sektor pelabuhan menyusul rencana pembangunan terusan Kra di Thailand.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.