Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahana: Defisit Fiskal Melebar, Belanja Infrastruktur Perlu Digenjot

Kompas.com - 10/07/2017, 12:28 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengajukan beberapa asumsi perubahan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017.

Beberapa asumsi tersebut di antaranya target pertumbuhan ekonomi yang lebih optimistis, inflasi sedikit meningkat, dan defisit fiskal yang diperkirakan lebih lebar.

Pemerintah menilai defisit fiskal berpotensi melebar menjadi 2,92 persen terhadap produk domestik brutto (PDB), dari target semula sebesar 2,4 persen terhadap PDB, meski pemerintah menperkirakan outlook defisit bakal berada pada kisaran 2,67 persen.

Outlook pemerintah ini sejalan dengan perkiraan Bahana Sekuritas yang memperkirakan defisit fiskal Indonesia sepanjang 2017 akan berada pada kisaran 2,7 persen terhadap PDB.

Dalam paparannya pemerintah memperkirakan belanja negara bakal naik menjadi Rp 2.111,4 triliun, dari target semula sebesar Rp 2.080,5 triliun.

Adapun penerimaan negara diperkirakan turun menjadi Rp 1.714,1triliun dari target semula sebesar Rp 1.750,3 triliun.

Kenaikan belanja negara salah satunya disebabkan kenaikan subsidi energi yang diperkirakan naik menjadi Rp 103,1 triliun dari target semula sebesar Rp 77,3 triliun.

Saat ini, pemerintah cenderung hati-hati dalam mengurangi belanja subsidi karena pemerintah ingin menjaga kestabilan harga.

Pasalnya setiap penyesuaian harga listrik dan bahan bakar minyak (BBM) terjadi, selalu langsung diikuti dengan kenaikan harga barang-barang lainnya.

"Hal itu pada akhirnya akan meningkatkan inflasi," kata ekonom Bahana Sekuritas Fakhrul Fulvian dalam laporannya, Senin (10/7/2017).

Untuk menjaga kesehatan fiskal yang berkesinambungan serta menjaga kepercayaan pasar terhadap kestabilan ekonomi Indonesia terutama oleh lembaga pemeringkat internasional, imbuh Fakhrul, pemerintah perlu memperlihatkan konsisten dalam mengurangi belanja subsidi.

Jika ini tidak dijaga, maka permasalahan risiko fiskal Indonesia yang lama akan terulang kembali.

"Penyesuaian harga BBM akan berdampak positif bagi pasar obligasi karena Hal ini memperlihatkan risiko fiskal Indonesia terjaga, meski melihat harga minyak dunia yang terjadi saat ini, memang tidak diperlukan kenaikan harga BBM subsidi," ujar Fakhrul.

Untuk memberi dampak yang lebih positif terhadap perekonomian, menggenjot belanja untuk infrastruktur pada semester kedua tahun ini sangat diperlukan, sehingga target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun ini bukan hal yang mustahil untuk dicapai.

Dengan rencana kenaikan defisit fiskal menjadi 2,92 persen terhadap PDB, Bahana memperkirakan akan ada kebutuhan tambahan penerbitan surat utang atau obligasi pemerintah sekitar Rp 60 triliun untuk membiayai belanja pemerintah.

Kenaikan ini belum menjadi ancaman serius terhadap perekonomian Indonesia, karena rasio utang Indonesia masih terjaga dibawah 30 persen terhadap PDB. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com