JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengoperasikan bank perkreditan rakyat ( BPR), modal minimal yang harus dimiliki berkisar antara Rp 1 miliar hingga Rp 4 miliar.
Akan tetapi, saat ini tidak sedikit BPR yang modalnya besar, hingga setara dengan bank umum kegiatan usaha (BUKU) I.
Dengan adanya BPR yang modalnya menyamai bank BUKU I, apakah perlu BPR tersebut berubah menjadi bank umum?
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menyatakan, meski memiliki aset dan permodalan yang tinggi, BPR tak perlu mengubah diri menjadi bank umum.
"Kalau melihat peta volume, BPR di Indonesia itu ada yang aset maupun modalnya sudah melebihi bank BUKU I. Aset per Desember 2016 kemarin ada yang lebih dari Rp 7 triliun," kata Joko di Jakarta, Senin (10/7/2017).
(Baca: "Fintech" Menjamur, Bagaimana Nasib BPR?)
Menurut Joko, BPR tak perlu berubah menjadi bank umum lantaran memiliki kebiasaan dan budaya yang berbeda.
Pasalnya, BPR didirikan untuk mengkhususkan diri dan fokus pada pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Sehingga, apabila BPR berubah menjadi bank umum, maka kompleksitasnya juga akan berbeda.
Hal yang paling tepat menurut Joko adalah BPR tetap menjadi BPR meski aset dan modalnya besar.
"Tapi sesuai dengan titahnya, bagaimana dia inklusi UMKM di Indonesia. Kalau kemampuannya meningkat, maka kemampuan untuk inklusi, kemampuan untuk melakukan edukasi, dan menjadi pendamping UMKM semakin tinggi," jelas Joko.