Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Spekulan Tanah di Calon Ibu Kota Baru Berikut Ini

Kompas.com - 17/07/2017, 07:36 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemerintah tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain kini kembali mencuat.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) semakin serius menyiapkan rencana pemindahan ibu kota tersebut dengan melakukan kajian pemindahan ibu kota, termasuk skema pendanaan, yang akan rampung tahun ini.

(Baca: Bappenas Datangkan Ahli yang Berpengalaman soal Pemindahan Ibu Kota)

Menurut Country Manager Rumah.com, Wasudewan, ada beberapa lokasi yang dianggap paling ideal untuk ibu kota baru lantaran beberapa faktor.

Pertama, yakni kota Palangkaraya sebagai ibu kota Provinsi Kalimatan Tengah. Kota ini merupakan daerah anti gempa.

Selain itu, wilayahnya masih memiliki ratusan hektar tanah kosong yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan infrastruktur dan pembangunan pusat administrasi baru.

Kedua, daerah lain yang bisa dijadikan opsi calon ibu kota adalah Jonggol, Jawa Barat. Pemindahan ibu kota ke Jonggol pernah diwacanakan pada periode Presiden Soeharto.

Ketiga, alternatif lainnya adalah Karawang. Kota ini bisa jadi ibu kota baru sebab saat ini pertumbuhan industrinya relatif lebih berkembang.

“Ongkos pemindahan ibu kota tentu tidak sedikit. Oleh sebab itu, Jonggol dan Karawang yang berjarak kurang dari 100 km dari pusat Jakarta bisa jadi alternatif yang pas," kata Wasudewan.

Alternatif keempat yang bisa dipertimbangkan pemerintah yakni Palembang di Sumatera Selatan. Sebab, sarana maupun tingkat pendapatan per kapitanya sudah cukup baik.

Wasudewan menambahkan bahwa pemindahan ibu kota suatu negara bukanlah hal yang baru, namun bila ini terjadi di Indonesia, nampaknya Indonesia akan jadi negara pertama yang melakukannya di era digital.

Karenanya, selain fasilitas fisik, ketersediaan infrastruktur digital juga menjadi hal mutlak. Jangan lupa, pemerintah pun mengarah pada e-Government.

Spekulan Tanah

Menurut dia, menghangatnya isu pemindahan ibu kota ini bisa menimbulkan aksi ambil untung dari para spekulan tanah dan lahan.

"Untuk itu kami mencoba memberikan solusi bagi para pencari lahan baik untuk rumah maupun yang lain untuk mendapatkan transparansi data properti yang kami hadirkan melalui Rumah.com Property Index,” jelas Wasudewan.

Data Rumah.com Property Index ini cukup penting digunakan karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti yang diakses 3,4 Juta pengunjung Rumah.com setiap bulan.

Sebagai contoh, dari listing yang ada di Rumah.com, saat ini harga tanah di tengah Kota Palangkaraya masih dibanderol cukup terjangkau, kisaran Rp 350.000 per meter persegi untuk lahan yang terletak strategis tepat di tepi jalan.

Sementara untuk lahan kosong yang lokasinya lebih jauh dari pusat kota, harga dipasaran jauh lebih murah lagi yakni hanya sekitar Rp 40.000 per meter persegi.

Menurut Wasudewan, kenaikan harga tanah biasanya akan terjadi jika pemerintah sudah memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Palangkaraya atau jika sudah mulai marak pembangunan proyek infrastruktur seperti jalan tol dan lain-lain.

Pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mampu mencegah permainan spekulan tanah.

Pemindahan ibu kota sama artinya dengan memberi peluang untuk harga tanah itu naik, karena jika semua kantor administrasi bakal pindah ke ibu kota baru tersebut maka pasti akan ada ribuan keluarga yang butuh tempat tinggal.

“Ini akan jadi satu ruang investasi baru yang sangat besar karena luasan lahan yang dibutuhkan juga sangat besar," kata Wasudewan.

Oleh karena itu, lanjutnya, isu utama seputar properti yang harus diantisipasi terkait wacana pemindahan ibu kota ini adalah spekulan tanah.

Dengan demikian, kebutuhan akan transparansi data properti baik lahan maupun rumah sangatlah penting.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com