Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi: Relaksasi Ekspor Konsentrat Picu PHK Pekerja "Smelter"

Kompas.com - 20/07/2017, 20:17 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Belasan perusahaan smelter diketahui gulung tikar, akibat kebijakan pemerintah yang mengizinkan kembali ekspor konsentrat, mineral mentah kadar rendah untuk bauksit dan nikel.

Kini, banyak karyawan perusahaan smelter tersebut terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan karena iklim industri pemurnian mineral di Tanah Air yang sedang tidak bersahabat.

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handojo mengatakan banyak dari perusahaan smelter yang mengadu ke pihaknya karena kebijakan pemerintah soal relaksasi ekspor konsentrat tersebut.

Perusahaan-perusahaan itu sedang mengkalkulasi biaya operasional dan kerugian yang ditimbulkan akibat terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5/2017 serta Nomor 6/2017.

"Ya sudah mempersiapkan PHK. Tapi Kami belum diperbolehkan untuk mempublikasikan. Jadi supaya tunggu saja dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semua kalau sudah terkumpul angkanya baru kita buka," kata Jonathan di Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Data dari AP3I menunjukkan kurang lebih ada 12.000 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di industri mineral mentah atau hasil tambang tersebut.

"Kalau kami di asosiasi, sekitar hanya kurang lebih 12.000 tenaga kerja. Itu pun banyak yang outsourcing, jadi hanya sebagai kontraktor-kontraktor," ujarnya.

Jika PP dan Permen soal relaksasi ekspor konsentrat tersebut tak segera dicabut, industri smelting di dalam negeri dikhawatirkan tak akan bisa kembali normal dan mampu menutupi cost produksi operasional perusahannya.

"Harga jualnya sudah pasti di bawah harga produksi. Jadi kalau sekarang orang bicara Nickel Pig Iron (NPI) yang 10 persen katakanlah itu sekarang sudah di atas Rp9800. Nah mau dijual berapa harganya? Kalau sudah seperti itu kita mau bicara menghindar dari kerugian ya enggak bisa," tutup dia.

Sebagaimana diketahui, ada 11 perusahaan smelter yang berhenti beroperasi lantaran merugi, karena kebijakan relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah tersebut. Antara lain, PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral.

Kemudian PT COR industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon. Ada juga 12 perusahaan smelter nikel yang merugi akibat jatuhnya harga, yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modem, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro, dan PT Vale lndonesia Tbk.

Tak hanya itu, penerbitan PP Nomor 1/2017 itu bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang proaktif menarik minat investor berinvestasi dengan mengefisienkan sistem perizinan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kebijakan relaksasi pemerintah juga dianggap telah mengkhianati komitmen yang dibuat dengan para kontraktor yang telah melakukan investasi pembangunan smelter dalam 2-3 tahun terakhir.

Sebab, kebijakan relaksasi membuat peta dan volume ekspor-impor konsentrat berubah, harga komoditas turun dan kelayakan investasi smelter pun ikut terganggu.

Faktanya, dari 12 smelter bauksit dan nikel yang direncanakan dibangun pada 20l5, ternyata hanya 5 smelter yang terealisasi atau dari 4 yang direncanakan pada 2016, hanya 2 smelter yang terealisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com