Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Nila Tanpa Tulang Kemasan Premium Toba Tilapia

Kompas.com - 22/01/2019, 10:03 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

“Sebelumnya, saya membutuhkan waktu lebih lama bisa sampai dua bulan sampai ikan berukuran 20 gram,” tambahnya.

Dengan waktu yang lebih cepat, Gimson memaparkan ia bisa menghemat pakan. Dalam satu musim, Gimson bilang ia membutuhkan pakan kurang lebih 10 karung dengan berat 30 kilogram tiap karungnya.

Biaya yang ia keluarkan untuk itu sebesar Rp 10-15 juta. Itu belum ditambah dengan biaya yang harus ia keluarkan untuk bibit dari 100.000 ekor larva yang ditebar perusahaan di awal kontrak.

Pada akhir musim, minimal 60 persen dari bibit tebar yang bisa ia jual. Dikurangi biaya-biaya tadi, Gimson masih mengantongi setidaknya Rp 35 juta.

Ia puas, karena menurutnya perputaran uang yang didapatnya sangat cepat.

“Kalau begini saya jadi termotivasi dan tertantang. Setelah waktu tebar pertama, saya ditantang PT STP untuk mendapatkan larva 160.000 ekor,” katanya lagi.

Selain Gimson, puluhan petani lain juga menikmati bisnis seperti ini. Mereka mendulang rezeki bermitra dengan perusahaan untuk memenuhi kolamnya membesarkan larva.

“Yang pasti kami tidak asal memilih mitra. Ada syarat ketentuan, makanya kami survei dulu apakah lahannya ada, kemudian modal untuk pakannya bagaimana,” ujar Heru lagi.

Heru menjelaskan bahwa biasanya perusahaan memberi kesempatan pada petani selama tiga musim.

“Kalau oke kami perpanjang kontraknya, tapi kalau tidak (kami) sudahi kontraknya,” ujar Heru kembali.

Relasi dengan masyarakat lokal tak hanya sampai situ saja. Ada juga relasi tak langsung.

Pada produksi ikan kemasan Toba Tilapia, misalnya, pabrik menyisakan kulit ikan, isi perut, lemak ikan, bagian kepala, dan sisik.

Bahan-bahan baku tersebut dijual kembali pada masyarakat dengan harga murah. Masyarakat memanfaatkannya untuk dijadikan olahan makanan lain.

Kulit, misalnya, dapat dijadikan kerupuk. Sedangkan sisik dikeringkan untuk kemudian dijadikan pakan ternak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com