Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Upaya Kementan untuk Cegah Alih Fungsi Sawah

Kompas.com - 06/03/2019, 08:49 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi


KOMPAS.com
- Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2P) yang di dalamnya mengatur upaya untuk mencegah alih fungsi lahan baku sawah.

Pasalnya, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penyusutan lahan baku sawah di Indonesia dalam lima tahun terakhir.

Dari data tersebut ditemukan angka penyusutan mencapai sembilan persen dari 7,75 juta hektar (ha) di tahun 2013 menjadi hanya seluas 7,1 juta ha saat ini.

Berdasarkan rilis Kementerian Pertanian (Kementan) yang diterima oleh Kompas.com Selasa (5/3/2019), penyusutan tersebut terjadi lantaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan bangunan.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, jika area persawahan dialihfungsi menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga pun akan kesulitan untuk mendapatkan makanan.

Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah diharapkan tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan.

"Salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," ujar Sarwo.

Dia melanjutkan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan beberapa lembaga terkait guna mempercepat penerbitan Peraturan Presiden (Perpres).

Adapun lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Negara (ATR-BPN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Kami juga mengawal proses LP2P yang harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing daerah," imbuh Sarwo.

Sementara itu, Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Kementan, Indah Megawati menegaskan, nantinya pemerintah akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi petani pemilik lahan. Langkah ini untuk mencegah lahan sawahnya dialihfungsikan menjadi properti.

"Kalau dia bisa pertahankan lahan, kami akan bantu benih, pupuk, dan sebagainya. Kalau dia mau mengolah lahannya lebih lanjut, kami akan bantu alat mesin pertaniannya," ujar Indah.

Sementara itu, mengenai non-fiskal, kata Indah, Kementan akan fokus menyalurkan subsidi benih, pupuk, atau alat mesin pertanian (alsintan).

"Namun kalau insentif keuangan sampai saat ini belum disepakati, baik skema dan nominalnya. Itu nanti dari ATR/BPN, kami lebih ke budidaya pertaniannya," katanya.

Indah menjelaskan, biaya cetak lahan sawah baru berkisar antara Rp 16-19 juta per ha, meliputi proses pembukaan lahan, pembuatan saluran, menbersihkan sersah hingga persemaian.

"Tergantung wilayahnya. Kalau Kalimantan, Papua itu sekitar Rp 19 juta per ha. Kalau di Jawa seperti Jawa Barat itu sekitar Rp 16 juta." pungkasnya Indah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com