Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fintech P2P Lending Menjamur, Ini Cara Membedakan yang Legal dan Ilegal

Kompas.com - 08/03/2019, 13:26 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan perusahaan financial technology (fintech) di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan pesat.

Ada beragam fintech yang muncul dan berkembang, mulai jenis peer to peer (P2P) lending (pembiayaan), payment (pembayaran), crowdfounding (urun dana), dan lainnya.

Kini sudah bisa dijangkau dan dinikmati layananannya. Kendati demikian, yang patut dicermati dan diperhatikan masyarakat atau publik sebagai calon pengguna ialah legalitas sebuah perusahaan fintech. Apakah benar-benar resmi yang terdaftar dan memiliki izin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai lembaga yang menaunginya.

Melihat perkembangan itu, Dosen Fakultas Ekonomi (FE), Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Ahmad Iskandar mengatakan, kehadiran fintech bisa dicermati dari dua sisi. Yaitu positif dan negatif, khususnya jenis lending.

Sebab, sebuah kemunculan susuatu pasti akan menimbulkan dan memberikan dampak.

"Saya melihat, utang piutang pinjaman online ini, sebenarnya probelem-nya sama dengan rentenir biasa, konvensional. Tapi ini rentenir digital," kata Ahmad baru-baru ini berbincang dengan Kompas.com.

Menurut Ahmad, kehadiran fintech-fintech lending sejatinya akan memberikan dampak baik kepada masyarakat. Artinya, masyarakat akan lebih dekat dengan akses atau layanan keuangan meskipun bank-bank telah ada.

Fintech lending dinilai berpeluang mandapat respon positif dari masyarakat dengan segala kemudahan yang dihadirkan.

"Ini alternatif yang mestinya dilihat masyarakat," ujarnya.

Ahmad menjelaskan, dampak positif atau kemudahan yang diberikan kepada peminjamnya terletak pada status perusahaan fintech lending itu sendiri. Dengan kata lain, perusahan-perusahaan itu harus terdaftar di OJK, namun jika tidak akan berdampak buruk kepada peminjamnya.

Karena itu, para calon pemimjam dan peminjam harus bisa membedakan mana fintech lending legal dan ilegal.

"Di pasar Indonesia ada dua (jenis fintech lending), satu yang resmi dan terdaftar di OJK. Dan ada fintech ilegal, yang tidak resmi dan terdaftar di OJK. Mereka liar," jelasnya.

Dia menyebutkan, sejauh ini ada sekitar 99 fintech yang terdaftar dan memiliki izin di OJK. Dari jumlah itu perusahaan fintech ini memiliki spesialisasi masing-masing, baik khusus lending, payment, crowdfounding, dan lain-lain.

Karena itu, masyarakat sebagai calon peminjam dianjurkan hanya berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan fintech lending yang legal dan berizin saja. Ini dimaksudkan agar para peminjam tidak menjadi korban fintech-fintech lending tak resmi, yang akhir-akhir ini banyak dikeluahkan karena ulah "rentenir online" tersebut.

"Sebaiknya masyarakat hanya berkomunikasi dan melakukan transaksi dengan fintech legal yang diawasi oleh OJK. Itu dia (peminjam) aman," ungkapnya.

Masyarakat Harus Bijaksana

Tak dimungkiri lagi, kehadiran fintech lending kini sudah menjadi alternatif dan opsi bagi masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dana. Masyarakat tak lagi dan melulu harus meminjamnya ke bank-bank yang selama ini prosesnya dianggap rumit.

Meskipun demikian, Ahmad pun mewanti-wanti dan diminta masyarakat agar senantiasa cermat dalam melakukan pinjaman ke fintech lending. Jangan sampai salah pilih fintech-nya, alias fintech ilegal. Pasalnya, membedakan fintech legal dan ilegal sangatlah mudah.

"Bacalah di website OJK. Memang kelemahan (masyarakat kita kurang) melek informasi. Informasi mengenai keberadaan fintech legal ada di sana. Jumlahnya sekaramg 99, setiap saat jumlahnya update terus," tuturnya.

Selain melek informasi, masyarakat juga harus lebih peka mengenai asal-usul sebuah perusahaan fintech lending agar bisa membedakannya antara legal dan ilegal. Sisi lain, para peminjam juga harus lebih pintar menyiasati jumlah pinjaman yang akan diambil.

Tidak boleh asal dan di luar batas keperluaan penjamannya.

"Masyarakat harus prusensial juga. Jadi, melek informasi, jangan menggebu-gebu. Jadi transaksi harus sesuai kebutuhan dan sesuai keperluan. Harus ada pertimbangan," paparnya.

Ahmad meyakini, jika masyarakat melek dan mengetahui legalitas sebuah perusahaan fintech lending akan sangat baik. Karena tidak akan dirugikan dan mendapat teror maupun perlakuan di luar kewajaran yang selama ini dilakukan fintech-fintech ilegal. Sehingga tidak akan ada yang menjadi "tumbal" pinjaman online.

Agar tak jadi korban fintech ilegal, sudah saatnya Anda melek legalitas perusahaan dan lebih bijaksana dalam meminjam. Selamat meminjam!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com