Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CPO "Dikerjai", Negosiasi Dagang dengan Uni Eropa Dihentikan?

Kompas.com - 18/03/2019, 21:10 WIB
Yoga Sukmana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menolak keras draft Delegeted Act dari Komisi Eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi.

Pemerintah bahkan menyebut Delegeted Act sebagai bentuk diskriminasi terhadap minyak kelapa sawit. Sebab perlakukan sama tidak berlaku kepada minyak nabati lainnya.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo mengatakan, pihaknya sedang mengkaji ulang negosiasi dagang dengan Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA).

"Tahun lalu ekspor kita ke Uni Eropa 17,2 miliar dollar AS, tetapi kalau bicara mengenai kelapa sawit, kita bicara 17 juta tenaga kerja," kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/3/2019).

Sementara itu, Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual, Kementerian Luar Negeri Tri Purnajaya memastikan, sikap keras Indonesia sudah didukung oleh organisasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).

"Sikap Indonesia sudah didukung oleh ASEAN, dibuktikan dengan sikap ASEAN menunda kemitraan dengan Uni Eropa yang merupakan bentuk solidaritas kepada Indonesia terkait kelapa sawit," ujarnya

Di tempat yang sama, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, dukungan ASEAN muncul setelah Presiden Joko Widodo mengangkat isu diskriminasi minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa pada pertemuan pemimpin ASEAN.

Isu itu disambut dukungan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Seperti diketahui, Malaysia juga merupakan produsen kelapa sawit.

"Lalu disepakati oleh ASEAN sebagai asosiasi akan bekerja bersama-sama kita untuk tentu saja mendukung negara-negara penghasil CPO yang diperlakukan tidak adil," kata Darmin.

Rencana dalam dua bulan ke depan, parlemen Uni Eropa akan mengambil keputusan terkait Delegeted Act. Bila Delegeted Act berlaku, maka ekspor CPO ke Eropa dipastikan akan terempas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com