Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Paul Sutaryono

Staf Ahli Pusat Studi BUMN, pengamat perbankan, dan mantan Assistant Vice President BNI

Kenapa Bank Besar Masih Bisa Raup Laba Besar?

Kompas.com - 19/03/2019, 19:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Intinya, bank besar sudah pasti memiliki keunggulan bersaing dalam saluran distribusi. Hal itu ditambah pemanfaatan teknologi informasi yang mampu melakukan penetrasi pasar dengan lebih leluasa.

Kedua, keunggulan bersaing dalam modal itu dapat mendorong penyaluran kredit yang lebih gendut dan luas.

Alhasil, bank besar dapat terus membiayai proyek infrastruktur seperti jalan tol, jalan kereta api, bandara, pelabuhan laut, irigasi dan pusat tenaga listrik. Proyek itu dibiayai dengan membagi risiko (risk sharing) melalui kredit sindikasi (syndicated loan) untuk memperkecil risiko.

Hanya bank besar yang mampu mengucurkan kredit infrastruktur. Mengapa?

Karena proyek infrastruktur membutuhkan dana besar dengan tenor menengah-panjang. Formulanya, makin panjang tenor, makin berisiko kredit tersebut.

Namun kredit infrastruktur tentu juga menghasilkan pendapatan bunga (interest income) yang amat gurih. Akibatnya, bank kecil tak bisa ikut membiayainya karena keterbatasan modal.

Ketiga, ingat hampir semua bank besar seperti BRI, Bank Mandiri, BNI dan BCA memiliki kantor di luar negeri.

BRI memiliki kantor di New York, Singapura, Hong Kong, Caymand Island dan Dili.  Bank Mandiri: Caymand Island, Shanghai, Hong Kong, Singapura, Dili, London dan Kuala Lumpur, BCA: Hong Kong dan Singapura dan BNI: Singapura, Tokyo, Osaka, Hong Kong, London, New York, Yangon dan Seoul.

Pastilah jaringan kantor di luar negeri menjadi kepanjangan bank besar dalam menjual produk dan jasa perbankan dalam menghimpun segunung pendapatan. Fakta yang sulit dibantah.

Keempat, ketika krisis moneter menggilas Indonesia pada 1997/1998, permodalan bank nasional hancur lebur. Untuk itu, pemerintah menerbitkan obligasi rekapitalisasi kepada 28 bank dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 53/KMK.017/1999 dan Nomor 31/12/KEP/GBI tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum. Aturan ini ditetapkan pada 8 Februari 1999 tetapi berlaku surut pada 9 Desember 1998.

Bank nasional yang menerima obligasi rekapitalisasi adalah Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Niaga, Bank Lippo (Bank Niaga dan Bank Lippo telah merger menjadi CIMB Niaga pada 2009), Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Permata, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Patriot, Bank Prima Express, Bank Universal, Bank Bali dan Bank Arta Media.

Pun terdapat 12 bank dari 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang menerima obligasi rekapitalisasi. BPD tersebut adalah BPD Nusa Tenggara Timur, BPD Bengkulu, BPD Lampung, BPD Nusa Tenggara Barat, BPD Sulawesi Utara, BPD Kalimantan Barat, BPD Jawa Timur, BPD Daerah Istimewa Aceh, BPD Maluku, BPD DKI Jakarta, BPD Sumatera Utara dan BPD Jawa Tengah.

Penerbitan obligasi rekapitalisasi itu bertujuan untuk memperkuat permodalan perbankan nasional. Walhasil, bank memperoleh bunga kupon sekitar 10 persen sehingga menguntungkan dari sisi finansial.

Kelima, namun bank besar wajib lebih waspada. Simaklah, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL net) BNI menebal dari 0,70 persen per Desember 2017 menjadi ,085 persen per Desember 2018, Panin Bank dari 0,77 persen menjadi 0,91 persen, Bank Danamon dari 1,82 persen menjadi 1,91 persen dan OCBC NISP dari 0,72 persen menjadi 0,82 persen. Dengan bahasa lebih bening, bank besar wajib menggenjot kualitas kredit.

Berbekal aneka faktor kunci keberhasilan demikian, amat patutlah bagi bank besar untuk meraih laba besar pula.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com