JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrikan pesawat asal Amerika Serikat, Boeing mengalami bulan yang buruk. Perusahaan ini berada di situasi sulit setelah dua kecelakaan fatal dalam kurun waktu lima bulan yang dialami oleh pesawat 737 Max-nya.
Pesawat ini seharusnya menjadi mesin pencetak uang bagi Boeing, dan merupakan bagian penting dari armada perusahaan. Namun, saat ini seluruh armada pesawat 737 Max telah dilarang terbang. Boeing juga tengah diselidiki tim investigasi kriminal AS terkait sertifikasi dan pemasaran pesawat.
Boeing sendiri mengatakan akan ada perbaikan pada software-nya terkait dia kecelakaan yang terjadi tersebut. Kendati begitu, nampaknya permasalahan yang menimpa Boeing itu tak terlihat seperti akan berakhir.
Baca juga: Batalkan Pemesanan 49 Pesawat 737 MAX 8, Dirut Garuda Bertemu Boeing Pekan Depan
Selain kecelakaan yang menimpa 737 Max kondisi Boeing diperparah oleh pemberitaan lainnya. Keterlambatan pengiriman proyek luar angkasa untuk NASA memicu kecaman. Dan insiden terpisah mengguncang kepercayaan militer AS pada kemampuan perusahaan untuk mengirimkan pesawat tanpa masalah.
"Apakah ada yang salah secara sistemik dengan budaya Boeing, atau ini hanya nasib buruk?" ujar Chris Higgins, seorang analis dari Morningstar seperti dikutip dari CNN, Minggu (24/3/2019).
"Orang luar melihat ke dalam (Boeing), sulit untuk tidak mempertanyakan apa yang salah,” sambungnya.
Akibat kejadian tersebut saham Boeing turun hampir 18 persen pada bulan ini, dan nilai saham Boeing telah merosot lebih dari 40 miliar dollar AS. Ini adalah penurunan yang langka untuk perusahaan yang telah membukukan laba banyak, dengan penjualan lebih dari 100 miliar dollar AS pada tahun lalu.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi AS Merosot Jika Produksi Boeing 737 Max Berhenti?
CEO Dennis Muilenburg mengatakan, dalam keterangan resminya pada pekan ini bahwa keselamatan adalah perhatian utama di Boeing.
"Memastikan perjalanan yang aman dan dapat diandalkan di pesawat kami adalah nilai yang bertahan lama dan komitmen mutlak kami untuk semua orang,” kata dia.
Muilenburg mengatakan dalam suratnya 18 Maret bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mengetahui apa yang terjadi dalam kecelakaan Ethiopian Airlines.
"Kami mengambil tindakan untuk sepenuhnya memastikan keamanan 737 MAX," katanya.
"Kami juga memahami dan menyesali apa yang dihadapi para pelanggan kami dan masyarakat penerbangan yang disebabkan oleh kebijakan meng-grounded armada ini," tambah dia.
737 Max dilarang terbang
Pada 10 Maret lalu, salah satu pesawat Boeing 737 Max jatuh tak lama setelah lepas landas di Ethiopia dan menewaskan semua orang di dalamnya. Kejadian ini mengikuti kecelakaan pada Oktober 2018 dari 737 Max yang dioperasikan Lion Air di Indonesia yang menewaskan 189 orang.
Negara-negara dan maskapai penerbangan di seluruh dunia mulai melarang terbang pesawat 737 Max sampai rincian tentang apa yang terjadi pada penerbangan Ethiopian Airlines keluar. Sedangkan regulator AS dan Boeing tidak segera melakukan hal yang sama.
FAA memilih untuk mengandangkan pesawat pada 13 Maret 2019 setelah seluruh dunia sudah melakukannya. Keputusan itu diambil setelah ditemukannya bukti baru tentang kecelakaan itu.
Sementara Boeng menghentikan pengiriman pesawat baru 737 Max ke seluruh dunia.
Laporan awal menunjukkan bahwa kedua kecelakaan yang menimpa Boeing 737 Max terjadi karena ada permasalahan di software-nya yang tidak dikomunikasikan secara memadai kepada pilot.
Perusahaan penerbangan murah Eropa, Norwegian Air pada pekan lalu menjadi maskapai pertama yang mengatakan secara terbuka bahwa mereka akan menuntut Boeing akibat pelarangan terbang 737 Max. Langkah yang diambil Norwegian Air itu kemungkinan diikuti oleh maskapai lainnya.
Baca juga: Boeing Dinilai Tak Proaktif Tanggapi Jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines
Maskapai Garuda Indonesia pada hari Jumat ini menjadi maskapai pertama yang membatalkan sejumlah pesanan untuk 737 Max. Perusahaan tersebut telah memesan 50 pesawat pada tahun 2014 dengan nilai 4,9 miliar dollar AS. Baru satu yang dikirimkan ke maskapai pelat merah Indonesia itu.
Sementara menurut CNN, sebagian besar pelanggan maskapai besar Boeing yang dihubunginya pada Jumat (22/3/2019) mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk mengubah pesanan mereka, atau terlalu dini untuk mengomentari rencana tersebut.
Analis Morningstar, Higgins menilai pembatalan pemesanan yang dilakukan Garuda tak akan memiliki banyak pengaruh terhadap pesawat 737 pesawat Max. Tetapi jika ada pelanggan Boeing yang lebih besar, seperti Southwest atau Ryanair, membuat langkah serupa, itu bisa menimbulkan masalah besar bagi prospek keuangan Boeing.
Kontroversi ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang reputasi Boeing dan hubungannya dengan regulator AS.
"FBI dan divisi kriminal Departemen Kehakiman mempelopori penyelidikan dalam sertifikasi dan pemasaran 737 Max," ujar salah satu sumber kepada CNN pada hari Rabu (30/3/2019).
“Penyelidik kriminal telah mencari informasi dari Boeing tentang prosedur keselamatan dan sertifikasi, termasuk manual pelatihan untuk pilot, bersama dengan bagaimana perusahaan memasarkan pesawat baru,” kata sumber tersebut.
Secara terpisah, penjabat Sekretaris Pertahanan Patrick Shanahan, sekaligus mantan eksekutif Boeing, adalah sasaran penyelidikan etika yang mempertanyakan keterkaitannya dengan perusahaan.
Seorang juru bicara Shanahan mengatakan dia telah berkomitmen untuk menegakkan aturan etika dan mendukung penyelidikan.
Pihak Boeing sendiri enggan mengomentari hal tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.