Trial and error
Enggak main-main, Martin dan Hendra mempersiapkan betul kelahiran Warjak. Mereka melakukan trial and error sampai delapan bulan.
Maklum, keduanya merintis usaha makanan matang guna memenuhi kebutuhan gerai milik mitra yang tersebar di banyak lokasi.
Demi hasil yang prima, Martin dan Hendra pun menjalani semua proses tersebut, mulai mencari pemasok bahan dan bumbu, memasak, pengemasan, hingga pengiriman makanan.
“Kami tes membawa makanan dengan sepeda motor selama dua hingga tiga jam untuk tahu kondisi dan rasanya, apakah masih oke,” ucap Martin.
Hasilnya, ada makanan yang cepat basi dan kondisinya tak bagus lagi.
“Dari situ kami tahu bumbu, bahan apa saja yang tak bisa kami masak, enggak bisa kami masukkan ke menu. Karena, begitu makanan kami kirim dan kena panas matahari langsung rusak,” beber Martin.
Sayangnya dua sekawan ini menolak buka-bukaan soal modal awal. Yang terang, kata Martin, modalnya sangat besar dan sebagian habis buat membiayai proses trial and error.
Begitu sudah benar-benar siap, Martin dan Hendra mulai menawarkan kemitraan Warjak, tanpa membuka gerai sendiri seperti kebanyakan pebisnis lainnya. Karyawan mereka awalnya baru 10 orang.
Meski begitu, bisnis mereka sudah berbadan hukum berupa perseroan terbatas (PT).
“Kami ingin legalkan dulu, baru dijalani,” kata Hendra yang baru pertama kali berbisnis kuliner.
Sebelumnya, dia punya usaha di bidang jasa, misalnya, pemasok tenaga cleaning service.
Baca juga: Kisah Sahniati Rintis Usaha Anyaman Ketak Beromzet Rp 70 Juta Seminggu
Untuk menarik perhatian calon mitra, keduanya gencar beriklan di media massa dan media sosial. Lalu, setiap Sabtu mereka melakukan open house di kantor Warjak yang berada di daerah Cengkareng, Jakarta Barat.
“Calon mitra boleh icip menu dulu,” kata Martin.
Waktu pertama kali menawarkan kemitraan Warjak, Martin dan Hendra hanya menarik biaya investasi sebesar Rp 5,5 juta. Lantaran biaya investasi yang murah, banyak yang mendaftar jadi mitra Warjak, hingga 60 orang di bulan pertama membuka pendaftaran.
Namun, masalah justru muncul. Karena modal awalnya murah, banyak yang cuma coba-coba melakoni usaha Warjak, tidak serius. Alhasil, banyak pula mitra yang warungnya hanya buka satu bulan bahkan beberapa hari saja.
Walhasil, Martin dan Hendra menderita kerugian hingga puluhan juta rupiah. Sebab, mereka langsung berinvestasi dapur yang bisa memenuhi order dari 60 mitra. Termasuk, membeli stok bahan pangan.
Tapi ternyata, baru jalan beberapa pekan, hampir 70 persen mitra tak lagi beli makanan dari pusat, lantaran gerainya pada tutup.