Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Tarif Ojek Online yang Baru Sudah Ideal?

Kompas.com - 29/03/2019, 07:00 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjuangan pengemudi ojek online akhirnya membuahkan hasil. Setelah melakukan aksi unjuk rasa berkali-kali, akhirnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan regulasi yang mengatur tarif ojek online.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat (ojek online).

Sebelum adanya peraturan tersebut, pihak aplikator yang ‘berkuasa’ untuk menetapkan tarif. Dengan adanya regulasi ini otomatis tarif ojek online akan naik per 1 Mei 2019.

Baca juga: Kemenhub Akhirnya Putuskan Tarif Ojek Online, Ini Besarannya

Penetapan tarif ini sendiri dibagi menjadi tiga zona. Zona I yang meliputi Sumatera, Jawa selain Jabodetabek dan Bali. Zona II terdiri dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Sedangkan Zona III terdiri dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Untuk zona I, tarif batas bawahnya sebesar Rp 1.850 per kilometer dan tarif batas atasnya Rp 2.300. Untuk biaya jasa minimal Rp 7.000 sampai dengan Rp 10.000.

Biaya jasa minimal merupakan biaya yang dibayarkan penumpang untuk jarak tempuh maksimal 4 kilometer.

Baca juga: Alotnya Penetapan Tarif Ojek Online...

Di zona II, tarif batas bawahnya sebesar Rp 2.000 dan tarif batas atasnya Rp 2.300 per kilometernya. Untuk biaya jasa minimalnya Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000.

Sedangkan di zona III tarif batas bawahnya sebesar Rp 2.100 dan tarif batas atasnya Rp 2.600 per kilometernya. Untuk biaya jasa minimalnya Rp 7.000 sampai dengan Rp 10.000.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, tarif yang telah ditentukan itu akan dievaluasi tiap tiga bulan. Artinya, tarif ojek online kemungkinan bisa naik atau turun tiap tiga bulan sekali.

Baca juga: Tarif Ojek Online Akan Dievaluasi Tiap Tiga Bulan

Formula penghitungan tarif terdiri dari biaya langsung dan tak langsung. Biaya langsung terbagi dari biaya penyusutan kendaraan, bunga modal, pengemudi, asuransi, pajak kendaraan, BBM, ban, pemeliharaan dan perbaikan kendaraan, penyusutan telepon seluler, pulsa serta keuntungan mitra.

Adapun biaya tak langsung meliputi biaya penyewaan aplikasi.

“Biaya jasa ini akan kami lakukan analisis dan evaluasi setiap tiga bulan, dan bisa dilakukan perubahan. Artinya, setiap tiga bulan tarif bisa berubah," ujar Budi di kantornya, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Budi menambahkan, aplikator ojek online boleh mengenakan biaya tambahan maksimal 20 persen dari tarif yang telah ditentukan pihaknya.

Baca juga: Kemenhub Bandingkan Tarif Ojek Online di Thailand dan Vietnam

Biaya tambahan maksimal 20 persen itu merupakan biaya tak langsung atau biaya sewa penggunaan aplikasi. Sedangkan biaya yang telah ditetapkan Kemenhub merupakan tarif bersih (nett) yang diterima pengemudi.

“Tarif perhitungan yang dilakukan biaya langsung saja dan biaya tidak langsung sebagai biaya jasa yang ada di dalam pihak aplikator 20 persen, tidak boleh lebih kemudian, 80 persen hak pengemudi,” ujar Budi.

Dengan begitu, pengguna jasa ojek online akan membayar tarif lebih besar 20 persen dari yang telah ditetapkan Kemenhub. Jika tarifnya Rp 2.000 per kilometer, maka yang harus dibayarkan pengguna sebesar Rp 2.400.

Baca juga: Driver: Tarif Ojek Online yang Ditetapkan Kemenhub Belum Sesuai Aspirasi

Kendati telah dinaikan, para pengemudi pun belum merasa puas. Anggota presidium Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono menilai tarif ojek online yang telah ditetapkan Kementerian Perhubungan belum sesuai aspirasi dari para pengemudi.

Pengemudi ojek online sendiri meminta tarif Rp 2.400 (nett) per kilometernya. Sementara Kemenhub menetapkan tarif sebesar Rp 2.000 sampai Rp 2.500 (nett) per kilometernya.

"Jadi tanggapan kami keputusan tarif belum sesuai dengan aspirasi kami," kata Igun.

Namun, Igun menyambut baik perubahan tarif ini. Sebab, tarif yang baru saja ditetapkan lebih besar ketimbang sebelumnya.

Baca juga: Begini Pedoman yang Dikeluarkan Kemenhub untuk Atur Tarif Ojek Online

Menurut Igun, tarif yang berlaku sebelumnya, yakni Rp 1.200 sampai dengan Rp 1.600 per kilometernya.

"Ada dua poin yang kami sambut baik. Pertama, tarif yang menentukan saat ini sudah diambil alih oleh pemerintah. Kedua, sudah ada peningkatan tarif yang ditentukan pemerintah ini dari tarif sebelumnya dari perusahaan aplikasi," kata Igun.

Sementara itu, Grab dan Go-Jek selaku aplikator ojek online belum bisa berkomentar banyak mengenai tarif yang baru ditentukan ini.

Baca juga: Manajemen Grab Pasrah soal Aturan Baru Tarif Ojek Online

President Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata mengaku pasrah dengan aturan tarif ojek online yang baru saja dikeluarkan oleh Kemenhub. Menurut dia, peraturan yang dikeluarkan oleh regulator wajib dipatuhi.

"Kita pelajari kan. Peraturan pemerintah adalah aturan pemerintah, saya pikir tidak ada setuju dan tidak setuju ya, itu adalah peraturan pemerintah, sekarang kita akan bicara ke pemerintah bagaimana cara menjalankannya," ujar Ridzki di Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Ridzki mengaku pihaknya masih mendiskusikan aturan baru ini dengan Kemenhub. Pihaknya masih mempelajari aturan tarif ojek online ini sebelum menerapkannya pada 1 Mei 2019 nanti.

"Kita tahu bahwa nanti pada saatnya akan ada tarif yang diajalankan untuk semuanya, tentunya niat baik pemerintah adalah untuk kesejahteraan mitra pengemudi dan pada saat yang sama juga untuk para penumpangnya sendiri," kata Ridzki.

Baca juga: Ini Komentar Grab dan Go-Jek Soal Tarif Baru Ojek Online

Go-Jek pun mengaku masih mempelajari dampak dari kenaikan tarif ini kepada konsumennya.

"Kami perlu mempelajari terlebih dahulu dampaknya kepada permintaan konsumen, pendapatan para mitra yang sejatinya bergantung pada kesediaan konsumen, dan juga para mitra UMKM di dalam ekosistem GOJEK yang menggunakan layanan antar ojek online," kata Vice Presiden Corporate Communication Go-Jek, Michael Say.

Sedangkan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyambut baik kebijakan batas tarif atas dan tarif bawah ojek online yang ditetapkan Kemenhub.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan langkah tepat karena melindungi konsumen dan perusahaan aplikator ojek online.

Baca juga: Menhub: Aplikator Ojek Online Jangan Seenaknya Buat Tarif Murah

"Batas atas untuk menjamin agar tidak terjadi eksploitasi tarif pada konsumen yang dilakukan oleh aplikator, dan tarif batas bawah untuk melindungi agar tidak ada banting tarif dan atau persaingan tidak sehat antar aplikator," kata Tulus.

Tulus menuturkan, skema tarif dengan batas atas dan batas bawah merupakan hal yang lazim ditemui, meski status hukum ojek online bukan sebagai angkutan umum.

YLKI juga mengapresiasi keputusan pemerintah yang mengintervensi penerapan tarif ojek online atau aspek operasional lainnya.

Baca juga: Aturan Ojek Online Akhirnya Terbit

"Tanpa campur tangan pemerintah dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi hak-hak konsumen sebagai pengguna ojol atau bahkan hak-hak pengemudi sebagai operator ojol," ujarnya.

Pihaknya meminta Kemenhub bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan pengawasan agar tidak ada pelanggaran, baik oleh pengemudi atau aplikator.

Lantas, menurut Anda sudah idealkah tarif ojek online yang baru ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com