Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dongkrak Konsumsi Karet Dalam Negeri, Indonesia Genjot Jalan Aspal Karet dan Vulkanisir

Kompas.com - 01/04/2019, 13:11 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mulai mengimplementasikan kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6 untuk mengurangi volume ekspor karet alam. Kebijakan itu diambil dalam kesepakatan tiga negara penghasil karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Deputi VII Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman mengatakan, dengan berkurangnya volume ekspor, maka konsumsi karet dalam negeri akan ditingkatkan. Salah satunya dengan menggenjot penggunaan karet sebagai campuran aspal jalan.

"Di Indonesia nanti ada standarisasi Kementerian PUPR untuk ke provinsi, ada jalan provinsi yang nantinya memungkinkan pakai rubberised road," ujar Rizal di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (1/4/2019).

Baca juga: RI, Malaysia, dan Thailand Turunkan Volume Ekspor Karet Ratusan Ribu Ton

Pemerintah akan meningkatkan penggunaan karet untuk campuran aspal jalan pada 2019. Rencananya, jalanan berlapis aspal karet itu akan dibangun sepanjang 65,8 kilometer tahun ini.

Setiap kilometer bisa menyerap 3 ton crumb rubber. Diperkirakan karet yang akan terserap untuk pencampuran aspal mencapai 2.542 ton.

Tak hanya di Indonesia, jalan beraspal karet juga diterapkan dua negara lainnya. Selain itu, karet juga akan dialokasikan untuk proses vulkanisir karet. Rizal mengatakan, banyak industri yang akan menyerap karet untuk vulkanisasi dengan perkiraan volume 96.000 ton per tahun.

Baca juga: 2019, Jokowi akan Bangun 65 Km Jalan Berlapis Aspal Karet

Dengan tingginya konsumsi dalam negeri, maka pengurangan ekspor karet alam bisa terserap dengan maksimal.

"Dari sisi prospek penggunaan karet, masih akan cukup baik. Tidak hanya ekspor sebgaai pasar, tapi meningkatkan konsumsi dalam negeri," kata Rizal.

Salah satu tujuan pengurangan ekspor adalah untuk memperbaiki harga karet dunia. Hingga akhir 2018 lalu, harga karet alam sekitar 1,2 dollar AS per kilogram. Belakangan harganya mulai naik menjadi 1,4 dollar AS per kilogram.

Baca juga: Naikan Harga Karet, Indonesia Ajak Thailand dan Malaysia Kurangi Ekspor

Selain itu, untuk mengurangi stok karet yang agak berlebih di negara penerima ekspor Riza mengatakan, ada isu yang beredar bahwa pasar China kelebihan pasokan impor karet. Menurut dia, isu tersebut tak berdasarkan data yang akurat.

Dalam kajian selama pertemuan membahas kebijakan AETS, memang ada sedikit kelebihan pasokan karet ke beberapa negara. Di pasar Shanghai yang diperdagangkan adalah karet premium, bukan karet alam.

Sementara 70 persen perdagangan karet di dunia adalah karet alam.

"Kalau yang di Shaghai 500.000 ton itu bukan karet alam, tapi premium," kata Rizal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com