Angka itu tentunya menjadi potensi yang menjanjikan, yang dapat dimanfaatkan Indonesia.
Dilansir dari Nikkei, eksport Indonesia ke Pakistan misalnya, meningkat drastis. Setelah perjanjian ditandatangani, eksport menjadi 2 miliar dollar AS, dibanding 200 juta dollar AS sebelum perjanjian.
Selain itu, perusahaan pembuat kereta api, PT Inka telah mengapalkan 400 gerbong kereta ke Bangladesh dalam beberapa tahun terakhir.
Kerja sama ini menjadikan reputasi Inka meningkat, sehingga dilirik Sri Lanka dan Filipina. PT Inka bahkan berencana masuk ke pasar Afrika seperti Botswana, Kamerun, dan Senegal.
Namun, bagaimana dengan data ekspor dan impor Indonesia? Tampaknya, potensi itu belum dimanfaatkan optimal sepanjang 2018.
Dilansir dari Nikkei, pada Januari hingga November 2018 Indonesia mencatat kenaikan ekspor 7,7 persen atau setara 165,8 miliar dollar AS. Angka ini tak memenuhi target Kemendag yang sebesar 11 persen.
Sedangkan, impor naik 22 persen menjadi 173,3 miliar dollar AS. Kenaikan ini terutama untuk pembelian barang modal (capital goods) dan bahan mentah.
Dengan demikian, terdapat defisit 7,5 miliar dollar AS dari hasil impor yang lebih besar dari ekspor Indonesia. Bandingkan dengan surplus 12 miliar dollar AS saat ekspor lebih besar dari impor dalam periode yang sama pada 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.