Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membandingkan Untung Film Lokal dan "Impor," Siapa Menang?

Kompas.com - 07/04/2019, 16:00 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbicara soal film bukan hanya fokus pada kualitas cerita, gambar, dan lainnya. Namun, ada juga target keuntungan yang disasar setelah filmnya resmi ditayangkan.

Lalu, pernahkah Anda membandingkan keuntungan film Indonesia dan film asing semisal Hollywood? Siapa yang menang?

Menurut pengamat film Indonesia, Yan Wijaya, membandingkan keuntungan film satu dan film lainnya tidak bisa dipukul rata. Sebab, biaya produksi film berbeda-beda.

Sehingga, tidak bisa diambil kesimpulan. Akan tetapi, film produksi mancanegara untung dua kali lipat dibandingkan film produksi Tanah Air.

Baca juga: Tak Sekedar Tontonan, Film Salah Satu Penggerak Perekonomian

"Film impor, baik jumlah filmnya maupun pendapatannya jauh lebih besar dua kali lipat. Jadi bagaimana pun juga kalau ada orang bilang 'film kita menjadi tuan rumah di rumah sendiri', saya tertawa," ungkap Yan ketika bercerita kepada Kompas.com, Minggu (7/4/2019).

Yan menuturkan, sejak tahun lalu hingga saat ini ada sekitar 150 film Indonesia yang sudah beredar di bioskop. Jumlah ini sangat menggembirakan sejak 100 tahun silam ketika film-film dalam negeri mulai dibuat.

Kendati demikian, jumlah ini tak sebanding dengan jumlah film asing atau impor yang diputar di Indonesia. Sebab, ada sekitar 250 sampai 300 film mancanegar ditayangkan di bioskop-bioskop.

"Hasilnya film Dilan 1991 penontonnya 5,3 juta, itu berasaing hampir pada saat yang sama main film Captain Marvel. Captain Marvel jumlah penonton juga hampir sama dengan Dilan 1991, sebutlah 6 juta di Indonesia, tetapi jumlah uangnya didapat jauh lebih besar daripada Dillan 1991," jelasnya.

Baca juga: Menurut Pengamat, Ini Sejumlah Dampak Industri Film ke Perekonomian

Dia menjelaskan, kecilnya keuntungan yang didapat dari film Dilan 1991 dibandingkan film impor disebabkan karena pengenaan tarif tiket. Jika dirata-rata, imbuh Yan, tiket film Dilan 1991 dibanderol Rp 30.000 dan film Captain Marvel sekitar Rp 100.000. Dari besar harga ini saja film Dilan 1991 sudah kalah.

Meskpun demikian, Yan tidak menyebutkan dan mengetahui pasti berapa keuntungan dari kedua film tersebut.

"Film Captain Marvel main di IMAX yang karcis-karcis (dengan harga) ratusan ribu. Di studio Premiere tiketnya pada hari biasa Rp 100.000, pada Sabtu dan Minggu bisa naik jadi Rp 200.000. Sementara film Indonesia belum ada yang main di IMAX atau Premiere. Jarang sekali film Indonesia bisa main di dua studio itu," paparnya.

Baca juga: Berbiaya Murah, Film Horor Paling Banyak Diproduksi di Indonesia

Selain kalah dari sisi harga tiket, sambung Yan, film Dilan 1991 kalah jumlah tayang dari film Captain Marvel. Puncak film di Dilan 1991 ditayangkan di 1.400 layar dan setelah Captain Marvel hadir, jumlahnya merosot jadi 600 layar atau dipangkas lebih 50 persen.

"(Kalau keuntungan sebuah film) itu harus bedakan film per film, enggak bisa disamakan semua film. karena biaya pembuatan filam beda-beda," tambahnya.

Dengan temuan di atas, apakah sudah pantas kita anggap film produksi dalam negari menjadi tuan rumah di rumah sendiri?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com