Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Kelanjutan Aturan Pajak bagi E-Commerce di Indonesia?

Kompas.com - 11/04/2019, 16:00 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce), resmi ditarik kembali oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.

Alasan penarikan aturan itu dilakukan atas adanya kepentingan untuk terlebih dulu meningkatkan koordinasi pemerintah melalui antar kementerian/lembaga yang lebih komprehensif, agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Namun, bagaiman kelanjutannya kini?

Baca juga: Menkeu Batalkan Peraturan Pajak E-commerce agar Masyarakat Tenang

Ketua umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, mengatakan, usai ditariknya aturan PMK 210 itu hingga kini belum ada kelanjutan berarti. Belum diketahui pasti apakah kebijakan itu resmi dibatalkan atau dilanjutkan oleh pemerintah nantinya.

"Belum ada pambahasan. Mungkin setelah Pilpres," kata Untung di Jakarta, Kamis (11/4/2019).

Dia menjelaskan, pada dasarnya pelaku yang tergabung dalam idEA tidak mempermasalahkan akan ada pengenaan pajak oleh pemerintah. Hanya saja, perlu diperhatikan beberapa sisi supaya tidak merugikan para pemain di industri.

"Kita mendukung untuk dipajaki, hanya kalau bisa pajakinnya jangan lewat e-commerce. Boleh enggak dipajakinnya lewat bank? Karena dipajakin lewat marketplace, mereka akan kelaur," ujarnya.

Baca juga: Tarik Aturan Pajak E-commerce, Menkeu Hindari Kegaduhan Jelang Pilpres

Dia menyebutkan, ada dua hal atau syarat yang harus diakomodir dan dipertimbangkan pemerintah lewat peraturan yang akan dikeluarkan Menkeu. Hingga akhirnya kebijakan itu resmi diterapkan kedepannya.

"Kita terima dengan dua syarat, kita bersedia dengan dua syarat. Pertama ada pembatasan terhadap besaran omzet pedagang yang dipajaki, jangan yang masih kecil sudah dimintai NPWP. Besarannya ini masih negosiasi dari teman-teman player," sebutnya.

Syarat kedua ialah kebijakan ini berlaku secara universal. Artinya, semua platform e-commerce harus dikenai pajak.

Baca juga: Penarikan Aturan Pajak E-commerce Dinilai Sarat Tekanan

"Jadi jangan hanya berlaku pada marketplace saja, tatapi semua platfoem e-commerce berlaku. Idealnya juga berlaku juga secara offline. Artinya, kalau online-nya jalan masa yang offline enggak jalan?" lanjutnya.

Menurutnya, jika dua faktor yang dipersyarakat idEA tidak diperhatikan Menkeu dalam aturannya, maka kebijakan tersebut akan memberikan dampak buruk bagi industri e-commerce di Tanah Air. Para pedagang atau penjual yang memasarkan produknya lewat marketplace akan berkurang atau bahkan enggan berjualan lagi.

"Kalau dijalankan dua hal tadi, dipenuhi, risikonya bisa diperkecil. Tapi kalau dua itu tidak dijalankan, agak besar risikonya buat kita (industri e-commerce)," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com