KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyebut bahwa telah terjadi deindustrialisasi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam debat kelima Pilpres 2019, Sabtu (13/4/2019) malam.
Menurut Prabowo, ini merupakan langkah keliru dan harus diubah.
"Telah terjadi deindustrialisasi. Sekarang bangsa Indonesia tak produksi apa-apa ," kata Prabowo dalam yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta.
Benarkah pernyataan Prabowo tersebut?
Peringatan mengenai deindustrialisasi di Indonesia pernah disampaikan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2010.
Menurut Ketua tim P2 LIPI, Widjaya Adi, setidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan mulai bergeraknya perekonomian nasional ke arah deindustrialisasi.
Indikator pertamanya, tingkat penyerapan tenaga kerja ke sektor industri makin menurun. Kedua, menurunnya kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, terlihat dari penurunan jumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri.
Sedangkan, menurut Kementerian Perindustrian, deindustrialisasi dapat dilihat dari penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap Produk Domestik Bruto.
Lalu bagaimana data industri pengolahan nonmigas Indonesia menurut Badan Pusat Statistik?
Berdasarkan data Laju Pertumbuhan PDB Seri 2010 menurut Lapangan Usaha yang dirilis BPS, berikut pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas:
2014: 5,61 persen
2015: 5,05 persen
2016: 4,43 persen
2017: 4,85 persen
2018: 4,77 persen
Sedangkan, data BPS memperlihatkan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PBD sebagai berikut:
2014: 17,88 persen
2015: 18,20 persen
2016: 18,21 persen
2017: 17,89 persen
2018: 17,63 persen
Sumber pertumbuhan:
Data 2014-2016 dapat dilihat di tautan ini.
Data 2017-2018 di tautan ini.
Sumber untuk kontribusi terhadap PBD di tautan ini.