Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Milenial di Negara Maju Makin Miskin dari Orangtuanya, Kenapa?

Kompas.com - 16/04/2019, 09:36 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - Jumlah kelas menengah terus menurun di negara-negara maju di dunia, dan perubahan tersebut semakin terlihat di generasi yang lebih muda.

Laporan yang dipublikasikan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan, sebanyak 60 persen milenial (kelahiran tahun 1983-2002) di negara maju masuk dalam kategori kelas menengah.

Jumlah tersebut lebih rendah dari baby boomers (kelahiran tahun 1943-1964), yang mencapai 70 persen masuk dalam kategori penduduk kelas menengah.

Laporan bertajuk Under Pressure: The Squeezed Middle Class ini menunjukkan, jumlah populasi penduduk kelas menengah di negara-negara maju di dunia telah merosot dari sebesar 64 persen pada tahun 1980an menjadi hanya 61 persen saat ini.

Baca juga: Milenial Singapura Ingin Investasi dan Beli Asuransi, Tapi Tak Tahu Caranya

Dikutip dari CNBC, Selasa (16/4/2019), laporan yang melakukan analisa di 36 negara perekonomian terbesar di dunia tersebut mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang menghasilkan 25 persen hingga 200 persen dari median (titik) tengah dari jumlah penghasilan nasional.

Jika di Amerika Serikat, mereka yang masuk dalam kategori kelas menengah adalah yang berpenghasilan 23.416 dollar AS hingga 62.442 dollar AS bagi orang-orang yang masih lajang.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, adanya kesenjangan pendapatan merupakan salah satu faktor mengapa millenial menjadi semakin sulit untuk bisa menjadi bagian dari kelas menengah.

Rata-rata pertumbuhan pendapatan di negara maju dalam 30 tahun terakhir cenderung stagnan sementara biaya hidup semakin tinggi dan banyak pekerjaan yang cenderung tak stabil. Pada saat yang bersamaan, rumah tangga kaya semakin banyak mengumpulkan kekayaannya.

"Penemuan saat ini memperlihatkan 10 persen dari orang-orang yang berada pada posisi atas pada distribusi pendapatan mendominasi hampir setengah dari total kekayaan, sedangkan 40 persen terbawah hanya menyumbang 3 persen," ujar laporan tersebut.

Seiring dengan semakin kayanya orang kaya, dengan kata lain kelas menengah semakin tersisih.

Baca juga: 3 Pertanyaan Generasi Milenial Saat Disodori Produk Perbankan

Millenial lebih miskin dari orang tuanya

Meskipun lebih dari separuh populasi dari negara maju merupakan kelas menengah, namun jumlahnya semakin sedikit. Kenyataannya, sejak generasi baby boomer, pertumbuhan masyarakat kelas menengah kian sedikit begitu pula penerusnya.

Karena itulah, mereka yang usianya lebih muda akan menanggung beban utang yang kian besar.

Hal itu disebabkan oleh stagnasi pendapatan.  Pertumbuhan upah rata-rata hanya sebesar 0,3 persen per tahun pada 2007-2017.  Sementara pertengahan 1980 hingga 1990, pertumbuhan pendapatan bisa mencapai 3 kali lipat.

Sementara di sisi lain, biaya hidup terus meningkat, terutama ongkos perumahan yang telah tumbuh dua kali lebih cepat dari inflasi.

"Atau dua kali lebih cepat daripada pendapatan rata-rata rumah tangga," sebut laporan tersebut.

Perumahan juga jadi penyumbang lebih dari sepertiga dari pengeluaran keluarga, dibandingan dengan hanya seperempat pada 1995 lalu. Baiaya perawatan kesehatan dan pendidikan pun melampai inflasi, khususnya di Amerika Serikat.

Hal itu membuat banyak orang di kelas menengah harus berjuang untuk membayar tagihan mereka sehari-hari.

"Lebih dari 20 persen rumah tangga berpendapatan menengah menghabiskan lebih banyak dari yang mereka dapatkan," jelas laporan tersebut.

Baca juga: Milenial Gemar Beli Pengalaman, Apa Untungnya?

Generasi yang lebih muda paling terdampak

Orang dewasa berusia 18 hingga 29 tahun mungkin paling merasakan tekanan, berkat kombinasi kenaikan biaya dan upah rendah. Faktor-faktor tersebut dapat mempersulit mereka untuk melunasi utang dan menabung untuk masa depan.

Mereka menabung lebih sedikit daripada di masa lalu semakin berisiko terlilit utang, yang membuat semakin banyak orang tersingkir dari kelas menengah.

"Keresahan pekerjaan juga meningkat, dengan satu dari enam pekerjaan saat ini berisiko terotomatisasi," jelas laporan tersebut.

Berkurangnya kelas menengah berarti bahwa lebih sedikit generasi milenial yang mampu mendapatkan peluang yang sama dengan yang dilakukan oleh baby boomer pada usia mereka, seperti memiliki rumah dan mengejar pendidikan tinggi.

“Kelas menengah dulu merupakan aspirasi. Bagi banyak generasi, itu berarti kepastian tinggal di rumah yang nyaman dan memberikan gaya hidup yang menyenangkan. Namun sekarang ada tanda-tanda bahwa fondasi demokrasi dan pertumbuhan ekonomi kita tidak stabil seperti di masa lalu,” demikian bunyi laporan itu.

Baca juga: Apakah Kamu Cewek Milenial yang Cerdas? Ini Tandanya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com