Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Tahu, Ini 6 Mitos soal Perusahaan Melantai di Bursa

Kompas.com - 29/04/2019, 17:54 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap perusahaan punya kesempatan untuk kian besar. Salah satunya yakni dengan menjadi perusahaan terbuka dan melantai di bursa.

Sebab, dengan go public, maka perusahaan bisa mendapatkan pendapatan tanpa batas dari pasar. Nilai dan pamor perusahaan pun bisa terangkat.

Namun demikian, hal itu kerap tertutup karena berbagai mitos-mitos yang masih menyelimuti proses melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama ini.

Baca juga: BEI Bertemu 4 Unicorn Indonesia untuk Bahas IPO

Berikut 6 mitos melantai di bursa menurut Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna ketika ditemui di Jakarta, Senin (29/4/2019).

1. Proses go public sulit

Gede mengatakan kerap mendapatkan laporan adanya anggapan proses go public itu sudah. Hal ini yang kerap membuat perusahaan enggan melantai di bursa.

Namun ia menyatakan, hal tersebut hanya mitos. Sebab, perusahaan yang akan melantai di bursa akan dibantu oleh lembaga dan profesi penunjang.

2. Go public itu mahal

Hal kedua menurut Gede yang kerap membuat perusahaan melantai ke bursa, yakni anggapan go public mahal. Padahal itu tidak benar.

Gede mengatakan, go public memang membutuhkan biaya, namun itu jauh lebih kecil dari manfaat yang akan didapatkan oleh perusahaan.

Sebab, dengan melantai di bursa, perusahaan akan mendapatkan pendataan tanpa batas dari para investor.

3. Go public hanya untuk perusahaan besar

Bagi sebagian perusahaan, melantai di bursa dinilai hanya hak perusahaan besar. Gede menilai hal itu hanya mitos.

Benar, perusahaan yang melantai di bursa saat ini memang perusahaan besar, namun ia mengatakan hal itu karena perusahaan sudah melantai di bursa bertahun-tahun sehingga berkembang.

Padahal, kata Gede, tidak semua perusahaan di bursa sudah besar saat memutuskan untuk melantai beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, perusahaan kecil pun punya kesempatan untuk masuk bursa dan tumbuh menjadi besar.

4. Go public bikin perusahaan terbuka terhadap kompetitor

Gede menilai hal ini hanya bagian dari mitos akibat kekhawatiran perusahaan. Memang perusahaan yang masuk ke bursa akan menjadi perusahaan terbuka.

Namun, Gede mengatakan, keterbukaan itu tidak akan menghambat performa perusahaan. Pasalnya, nilai dan pamor perusahaan bisa meningkat di mata investor.

5. Go public membuat hilangnya kontrol terhadap perusahaan

Hal ini juga dinilai BEI sebagai mitos. Memang benar saham perusahaan yang melantai di bursa bisa dimiliki pihak lain, namun hal itu bisa dibatasi.

Misalnya, pendiri perusahaan tetap memegang saham mayoritas. Dengan begitu, kontrol atas perusahaan tidak begitu saja menguap.

"Alokasi kepemilikan saham oleh pihak lain merupakan kewenangan pendiri," kata Gede.

6. Go public membuat perusahaan terikat pada banyak aturan

Gede mengatakan dirinya kerap mendengar anggapan ini. Namun, ia memastikan hal itu hanya mitos saja.

Setiap perusahaan yang melantai di bursa tentu saja harus patuh pada aturan yang berlaku. Namun ia langganan bahwa aturan tersebut justru mempercepat perusahaan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com