Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Alasan Ibu Kota Harus Pindah dari Jakarta

Kompas.com - 30/04/2019, 16:54 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemindahan ibu kota kembali hangat pada pekan terakhir April 2019 ini.

Hal ini mencuat lantaran Presiden Joko Widodo menyetujui opsi pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Jawa dalam rapat terbatas di Istana, Senin (29/4/2019).

Pemerintah memiliki sejumlah alasan mengapa Ibu Kota harus dipindah dari Jakarta.

Baca juga: Kapan Ibu Kota Negara Akan Pindah? Ini Target Pemerintah

Berikut alasan yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

1. Padat penduduk

Alasan pertama adalah lantaran kondisi Jakarta yang sudah sangat padat penduduk. Saat ini jumlah penduduk Jakarta kata Bambang, mencapai 10,2 juta. Jakarta merupakan kota terpadat keempat di dunia setelah Manila, New Delhi dan Tokyo.

Padatnya jumlah penduduk di Jakarta kian menjadi-jadi karena ditopang oleh sejumlah kota yang juga punya populasi besar.

Tercatat kota Bekasi memiliki 2,4 juta penduduk, Depok 2,1 juta penduduk, Tangerang 2 juta penduduk, dan Tangerang Selatan 1,5 juta penduduk.

"Bisa dibayangkan kalau kota-kota itu digabungkan dengan Jakarta, ini luar biasa konsentrasi dan kepadatan penduduk," kata Bambang.

Baca juga: Ini 3 Kota yang Jadi Alternatif Lokasi Pemindahan Ibu Kota

2. Kemacetan

Selain banyaknya penduduk di wilayah Jakarta dan kota penopangnya, ibu kota juga menjadi magnet ekonomi karena bertindak pula sebagai pusat bisnis.

Hal ini membuat lalu lintas di Jakarta tak karuan. Kemacetan parah sudah bukan hal aneh, bahkan terjadi hampir setiap hari, sementara keberadaan jalan hanya 6,2 persen dari luas wilayah.

Idealnya, kata Bambang, ruas jalan suatu kota minimal 15 persen dari luas wilayah. Bahkan, ucapnya, berdasarkan survei 2017, Jakarta merupakan kota keempat terburuk didunia untuk kondisi lalu lintas saat jam sibuk.

"Kalau kita bicara rata-rata kecepatan di peak hour hanya 16 km per jam, jadi percuma punya Ferrari. Kondisi lalu lintas membutuhkan perhatian dan perbaikan luar biasa dan butuh banyak waktu," sebut Bambang.

Baca juga: Pindah Ibu Kota, Bagaimana Nasib Proyek Rp 571 Triliun Anies di Jakarta?

"Gubernur Anies (Baswedan) sudah mengajukan Rp 570 triliun untuk upgrade transportasi tapi masih butuh waktu sampai 10 tahun, tapi 10 tahun lagi penduduk Jakarta tidak hanya 10,2 juta saja. Apalagi Jabodetabek-nya," sambung dia.

3. Beban lingkungan

Selain menanggung beban besar kepadatan penduduk dan kemacetan, Jakarta juga harus menanggung beban lingkungan.

Bambang mengatakan, Jakarta rawan banjir. Hal ini terjadi akibat penurunan permukaan tanah di pantai utara Jakarta yang mencapai 7,5 cm per tahun.

Bila dihitung dari 1989 sampai 2007 saja, penurunan tanah sudah mencapai 60 cm. Sementara itu permukaan air laut terus naik dan kualitas sungai di Jakarta juga sudah tercemar berat.

"Sehingga wajar kalau ada pemikiran mengenai mengurangi beban Jakarta yang sekarang sebagai pusat segalanya," ucap Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com