Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Sedotan Bambu, Yumna Bisa Raup Omzet hingga Rp 100 Juta

Kompas.com - 05/05/2019, 09:17 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Masifnya isu pencemaran lingkungan, khususnya sampah plastik, memunculkan peluang bisnis baru yang lumayan menggiurkan. Salah satunya adalah sedotan bambu.

Mengutip data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik tahun 2016, sampah plastik Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 3,2 juta ton sampah dibuang ke laut.

Hashtag #mulaitanpasedotan pun berkumandang di media sosial tanah air. Gerakan ini sebagai bentuk keprihatinan atas tumpukan sampah plastik yang ada di Indonesia.

Sedotan plastik meski terbilang mini, ikut menjadi penyumbang sampah plastik. Untuk terurai secara alami, sedotan ini membutuhkan waktu 500 tahun lamanya. Tak heran, jika sejumlah pihak menyebut bahwa kondisi Indonesia sudah masuk tahap darurat plastik.

Baca juga: Bye Bye Plastic, Kisah 2 Gadis Muda Mewujudkan Bali Bebas Sampah Plastik

Salah satu pebisnis yang melihat besarnya peluang di balik isu pencemaran lingkugan itu adalah Yumna Batubara. Sejak 2015, dia terjun berbisnis sedotan bambu sebagai pengganti sedotan plastik.

"Selain bisa menyelamatkan lingkungan, usaha sedotan bambu juga sangat menjanjikan," ujar Yumna.

Bermodal Rp 10 juta, wanita berusia 21 tahun ini mengaku bisa menghimpun omzet Rp 100 juta per bulan.

Padahal harga jualnya sangat terjangkau. Yumna membanderol harga sedotan dengan rentang Rp 2.000 per unit, dengan ukuran diameter 8 sampai 12 milimeter. Dalam sebulan, Yumna bisa memproduksi 30.000 sedotan per bulan.

Baca juga: Berkat Sayuran Super, Kopontren Ini Bisa Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah

Hal senada juga diungkapkan Muhammad Dicky Rifaldi, Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ini menggeluti usaha sedotan bambu sejak 17 Januari 2019.

"Dari pemasalahan sampah yang ada, saya berusaha menghadirkan solusi untuk mengurangi sampah plastik. Termasuk mengurangi penggunaan sedotan plastik dengan memakai sedotan kekinian yang bisa berkali pakai dan bisa terurai yaitu sedotan bambu. Bambu merupakan sumber daya alam yang cukup melimpah dan bisa diperbarui kembali," terang Dicky kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/5/2019).

Dengan modal Rp 300.000, Dicky mampu meraup omzet Rp 2,5 juta sampai Rp 5,5 juta per bulan.

Untuk harga yang dipatok, Dicky sebut sangat terjangkau, yaitu Rp 500 sampai Rp 800 per unit dengan ukuran 20-22 sentimeter. Dia pun bisa memproduksi 4.000-5.000 sedotan bambu per bulan.

Bicara soal proses pembuatan, Dicky mengaku tidak terlalu sulit. Yang terpenting bambu harus bersih, lalu kering karena kalaupun lembap akan memunculkan jamur.

Baca juga: Mudahnya Memulai Diet Sampah Plastik...

"Bambu yang saya gunakan bambu tamian umur 3-5 tahun. Setelah itu diamplas sampai halus lalu dibentuk menjadi sedotan," tutur Dicky.

Ke depannya, selain memasarkan menggunakan sosial media dan platform e-commerce, Dicky akan membuat produk diferensiasi berbahan bambu lain. Sementara Yumna, masih akan fokus untuk membesarkan bisnis sedotan bambunya. (Jane Aprilyani)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Bisnis sedotan bambu mampu raup omzet hingga ratusan juta rupiah


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com