JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam dua tahun terakhir, industri farmasi mengalami tekanan yang cukup berat. Salah sarunya disebabkan gejolak perekonomian global yang berdampak pada pelemahan nilai tukar. Akibatnya, beban industri farmasi meningkat.
Ditambah lagi dengan persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang membuat pembayaran klaim obat kepada industri farmasi sering mengalami keterlambatan.
Namun, di akhir 2018, sentimen positif mulai menghampiri industri obat-obatan seiring penguatan nilai tukar. Hingga saat ini, rupiah masih menunjukkan keperkasaannya.
Hal ini disebabkan hampir 90 persen bahan baku untuk pembuatan obat-obatan di dalam negeri masih mengandalkan impor.
"Sehingga ketika nilai tukar menguat, setidaknya beban biaya untuk membeli bahan baku sedikit berkurang," ujar Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi dalam keterangan tertulis, Senin (6/5/2019).
Baca juga: Ini Besaran Gaji Karyawan yang Bekerja di Sektor Kesehatan dan Farmasi di Indonesia
Namun, penguatan nilai tukar rupiah tak serta merta membuat produsen obat-obatan di dalam negeri bisa bernapas lega. Sebab, industri farmasi juga dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Jika ke depan harga minyak dunia memperlihatkan trend meningkat, beban biaya akan naik. Jadi, penguatan nilai tukar sebenarnya tidak akan signifikan mengurangi beban biaya perusahaan jika harga minyak dunia merangkak naik.
Menurut Lucky, penguatan nilai tukar hanya akan mampu menutupi beban biaya akibat kenaikan harga minyak dunia.
"Namun bila harga minyak tidak mengalami kenaikan, penguatan nilai tukar rupiah akan sangat membantu produsen obat-obatan membukukan kinerja positif sepanjang 2019," kata Lucky.
Faktor lainnya yang ditunggu-tunggu industri farmasi adalah kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan pembengkakan defisit yang dialami BPJS kesehatan. Sebab, kata Lucky, defisit BPJS Kesehatan sangat mempengaruhi rantai pasokan dan alat kesehatan bagi pengguna BPJS sebagai pembeli terbesar obat-obatan dalam negeri.
Saat ini, ada beberapa jalan keluar yang ditengah dikaji oleh pemerintah. Salah satunya memberlakukan urun biaya, yakni tambahan biaya bagi peserta untuk rawat jalan dan rawat inap, sehingga tidak semua biaya ditanggung oleh pemerintah dalam hal ini BPJS.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.