Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semrawutnya Mekanisme Perhitungan Upah Pekerja di Indonesia

Kompas.com - 08/05/2019, 22:11 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Center of Reform on Economics Piter Abdullah Redjadalam menilai, perhitungan upah pekerja di Indonesia masih semrawut. Meski telah ada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya, saat ini mekanisme penghitungan upah masih tumpang tindih.

"Mekanisme perhitungan upah sekarang masih tumpang tindih (double counting). Pemerintah sudah memberikan beberapa subsidi kepada para pekerja, namun subsidi itu rupanya dimunculkan kembali ke pengusaha," kata Piter Abdullah Redjadalam di Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Piter mengatakan, seharusnya di dalam perhitungan upah minimum, komponen subsidi yang diberikan pemerintah tidak dihitung lagi di pengusaha yang memberikan upah.

"Misalnya masalah pendidikan. Pendidikan ini 'kan bentuk subsidi dari pemerintah. Sudah banyak bantuan pendidikan dari pemerintah, seperti Bos, Kartu Jakarta Pintar, Kartu Indonesia Pintar dan sebagainya. Seharusnya ini tidak lagi dibebankan kepada upah minimum dari pengusaha," ucapnya.

Baca juga: Kemenaker: Soal Upah, Jangan Hanya Lihat Kepentingan Sendiri-sendiri

Contoh lainnya adalah perumahan. Saat ini pemerintah telah memberikan rumah bagi sebagian pekerja. Pemberian ini seharusnya membantu pelaku usaha agar perhitungan upah menjadi lebih relevan.

Lalu, bagaimana cara agar komponen-komponen yang dibayarkan pemerintah tidak dibebankan lagi kepada pengusaha?

"Nah, ini harus dikomunikasikan. Kalau sudah menjadi pekerja formal, seharusnya nama pekerja itu sudah ada dalam list subsidi pemerintah. Sehingga tidak ada lagi yang tumpang tindih seperti ini," pungkas Piter.

"Misalnya Anda bekerja di Kompas, otomatis nama Anda sudah masuk ke dalam data Kementerian Ketenagakerjaan. Dari sinilah pemerintah mengambil datanya dan memberikan Anda subsidi," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com