BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Hala Gold

Jangan Asal Beli Perhiasan Emas, Teliti Kadarnya agar Tidak Menyesal

Kompas.com - 10/05/2019, 09:57 WIB
Alek Kurniawan,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini mengoleksi emas untuk tujuan investasi nampaknya sudah menjadi gaya hidup beberapa individu.

Hal ini karena investasi bisa memberikan manfaat positif bagi sektor keuangan pada masa mendatang.

Dengan berinvestasi, Anda juga bisa meraih keuntungan lainnya, seperti mengamankan kondisi keuangan, bisa memprediksi return atau keuntungan, serta bisa meraih tujuan-tujuan lain yang membutuhkan keuangan stabil untuk meraihnya.

Lalu, mengapa memilih emas?

Melansir artikel Kompas.com pada Minggu (21/4/2019), emas merupakan salah satu instrumen investasi yang bisa mengimbangi laju inflasi setiap tahunnya.

Selain itu, emas pun memiliki harga yang cenderung stabil sepanjang tahun sehingga cocok untuk dijadikan sebagai investasi jangka panjang.

Ditambah lagi, kemudahan untuk mengakses instrumen investasi yang satu ini juga menjadi daya tarik tersendiri.

Cermati kadar emas

Namun, sebelum Anda memulai untuk berinvestasi emas, ada baiknya untuk mencermati keaslian emas yang hendak Anda beli. Jangan sampai tujuan investasi Anda pupus karena kadar emas yang Anda beli ternyata tidak sesuai dengan kadar yang sesungguhnya.

Secara arti harfiah, kadar emas merupakan tingkat keaslian atau jumlah kandungan kemurnian emas. Biasanya, kadar emas dinyatakan dalam satuan karat.

Karat juga kerap disebut sebagai sistem pengukuran tingkat kemurnian emas. Kemurnian emas ini diukur berdasarkan jumlah persentase emas murni yang terkandung dalam suatu logam.

Sebagai contoh, emas 24 karat memiliki kandungan emas murni sebesar 99,00 persen sampai 99,99 persen. Kemudian, emas 22 karat memiliki kandungan emas murni sebanyak 22 per 24 dikali 99,99 persen, yakni 91,6 persen.

Namun sayangnya, ternyata emas yang beredar di pasaran kadarnya tidak selalu sesuai dengan perhitungan tersebut. Misalnya, ada emas dengan kadar 22 karat tapi hanya memiliki kandungan di bawah 91,6 persen.

Ilustrasi perhiasanFaferek Ilustrasi perhiasan
Terkait hal itu, Kepala Bidang Pengujian, Sertifikasi, dan Kalibrasi dari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Kementerian Perindustrian, Retno Widiastuti angkat bicara.

“Memang, perhiasan emas yang saat ini beredar di masyarakat tidak semuanya memiliki kadar yang sesuai. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk mencermati kadar emas sebelum membeli,” ujar Retno kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (8/5/2019).

Cara yang paling mudah, lanjut Retno, untuk mengetahui kadar emas itu sudah sesuai atau belum adalah dengan memperhatikan apakah emas yang hendak Anda beli sudah mendapatkan sertifikasi SNI dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Toegoe Kementerian Perindustrian.

“Untuk saat ini, sudah ada sertifikasi SNI 13-3487-2005 yang secara khusus mengatur bahwa kadar emas untuk 18 karat adalah yang memiliki kandungan emas murni 75,40 persen sampai 78,19 persen. Jadi, kalau ada emas 18 karat yang memiliki kandungan di bawah itu berarti produsen sama saja menipu konsumen,” ujar Retno.

Retno mengatakan, meskipun banyak produk perhiasan emas yang beredar di pasaran, pihaknya baru meluluskan satu merek produk yang sesuai dengan ketentuan. Produk tersebut adalah Hala Gold 18 karat yang dikeluarkan oleh PT Central Mega Kencana.

“Melalui skema sertifikasi yang sudah kami lakukan di lapangan, baru produk Hala Gold yang sudah sesuai SNI 13-3487-2005 dengan memproduksi perhiasan emas 18 karat pada kadar 75,5 persen,” jelas Retno.

Mengenai hal itu, LSPro pun terus mendorong para pelaku industri untuk melakukan sertifikasi SNI kadar perhiasan emas agar hak toko emas dan konsumen dapat terlindungi dengan baik.


Terkini Lainnya

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com