Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Mau Harga Tiket Pesawat Turun, Maskapai Perlu Untung, Pemerintah?

Kompas.com - 11/05/2019, 14:38 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga tiket pesawat yang mahal membuat masyarakat teriak. Bahkan beberapa hari lalu tagar kekecewaan publik bergema di media sosial.

Barangkali bagi orang berduit, kenaikan harga tiket pesawat tak terlalu jadi soal. Tetapi bagi masyarakat dengan kantong pas-pasan, tentu saja sangat memberatkan.

Apalagi situasinya sudah jelang lebaran, di mana mudik ke kampung halaman sudah jadi budaya orang Indonesia. Dengan harga tiket pesawat mahal, pulang kampung menggunakan pesawat pasti bikin pusing.

Di tengah tekanan publik yang besar, nasib maskapai juga tak bisa dikesampingkan. Sudah rahasia umum kalau maskapai susah payah menjalankan bisnisnya beberapa tahun ini.

Baca juga: Harga Tiket Pesawat Mahal, Menhub Harus Lebih Berani

Penyebabnya bisa berbagai hal. Mulai dari nilai tukar rupiah yang lemah hingga harga avtur yang tinggi. Andai tak cari untung, maskapai bisa tumbang.

"Saat ini sudah memasuki peak season, yaitu musim ketika maskapai mencari profit untuk menutupi kerugian pada tahun berjalan," ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Sabtu (11/5/2019)

"Jika harga tiket penerbangan dipaksa untuk diturunkan saat peak season, konsekuensinya akan banyak korban maskapai yang tumbang," sambung dia

Baca juga: Masyarakat Kecewa Harga Tiket Pesawat Masih Mahal, Apa Kata Menhub?

Lantas apa yang bisa dilakukan pemerintah?

Agus menilai ada beberapa hal yang bisa melakukan pemerinah untuk mengakomodir keinginan dua pihak tersebut.

Pertama, atur tarif batas atas maskapai. Menteri Perhubungan memang tidak punya kewenangan untuk menurunkan harga tiket pesawat maskapai secara langsung.

Namun, Menhub punya instrumen kebijakan yang bisa membuat maskapai menurunkan harga tiketnya. Instrumen itu, yakni mengatur tarif batas atas dan bawah maskapai.

Baca juga: Masyarakat Kecewa Harga Tiket Pesawat Masih Mahal, Apa Kata Menhub?

Menhub sudah mengungkapkan akan menurunkan tarif batas atas maskapai. Bila penurunan itu ada dalam batas wajar, maka harga harga tiket bisa turun dan maskapai tetap bisa cari untung.

Kedua, pemerintah harus melemahkan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah. Saat ini nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp 14.000 per dollar AS.

Pelemahan rupiah memang berdampak langsung kepada biaya produksi maskapai. Pasalnya, salah satu komponen biaya produksi, yaitu suku cadang masih tergantung impor.

Baca juga: Harga Tiket Pesawat Mahal, Menanti Sikap Pemerintah dan Langkah Maskapai

Kuatnya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah akan membuat suku cadang menjadi lebih mahal. Sumbangan suku cadang atau komponen pesawat nasional kepada biaya produksi maskapai sangat besar.

Penguatan nilai tukar rupiah diyakini bisa membuat beban maskapai berkurang sehingga harga tiket pun bisa diturunkan secara proporsional.

Ketiga, menghapus PNBP avtur. Saat ini kata Agus, maskapai dibebankan pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 0,3 persen dari harga avtur per liter.

Baca juga: Kali Ini, Apakah Maskapai Mau Turunkan Harga Tiket Pesawat?

Baban ini dikenakan oleh Badan Pengelola Hilir (BPH) Migas untuk pembelian bahan bakar minyak non subsidi yang diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2006 Tentang PNBP.

Oleh karena menurut Agus, Mentari Perhubungan Budi Karya Sumadi harus bicara dengan Menteri ESDM untuk mengupayakan penghapusan PNBP ini. Hal itu dinilai akan mengurangi beban maskapai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com