JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak perang dagang membuat ekspor Indonesia terus menurun hingga 4 bulan berturut-turut mulai dari bulan Oktober 2018 hingga Februari 2019.
Pengamat Ekonomi Makro PT Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengatakan, penurunan ekspor selama 4 bulan berturut-turut merupakan yang terpanjang sepanjang sejarah.
"Dari Oktober 2018-Februari 2019 ekspor kita menurun selama 4 bulan berturut-turut ( consecutive quarter) secara month to month dan year on year (yoy)," kata Satria di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Baca juga: Perang Dagang, Indonesia Mesti Bersiap Terima Industri dari China
"Penurunan 4 bulan ini enggak pernah terjadi sepanjang kami track dari tahun 1983. Bahkan, krisis finansial tahun 1998 saja tidak sampai 4 bulan berturut-turut. Ini menunjukkan dampak perang dagang AS-China cukup serius," jelas Satria.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikaji Bahana Sekuritas, performa ekspor Indonesia berada di angka 15,89 miliar dollar AS pada Oktober 2018. di November 2018, terjadi penurunan sehingga performa ekspor berada di angka 14,91 miliar dollar AS.
Penurunan terus berlanjut di angka 14,33 miliar dollar AS pada Desember 2018, 13,87 miliar dollar AS pada Januari 2019, dan 12,53 miliar dollar AS pada Februari 2019.
Baca juga: Perang Dagang AS-China Bisa Berimbas ke Inflasi RI
Satria mengatakan, hal ini merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara lain pun dalam tekanan yang sama.
Satria pun memproyeksi seharusnya ekspor di semester II 2019 bisa lebih baik asal perang dagang mereda.
"Untuk mereda ini kuncinya ada di bulan depan, di mana Xi Jinping dan Donald Trump akan bertemu di forum G20. Di situ ada harapan dari pembuat kebijakan dari negara berkembang termasuk Indonesia agar perang dagang bisa mereda sehingga volume ekspor kembali normal lagi," kata Satria.
Baca juga: Perang Dagang, Investor Tarik 20 Miliar Dollar AS dari Pasar Saham Global dalam Sepekan
Tapi, menunggu perang dagang mereda bukanlah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh pemerintah. Indonesia bisa mendiversifikasi dalam meraih pasar-pasar ekspor non-konvensional seperti Afrika.
"Bukan hanya dari minyak sawit mentah yang saat ini bersitegang juga dengan Uni-Eropa, tapi bisa ekspor manufaktur. Sejauh ini potensi ekspor manufaktur Indonesia begitu bagus. Kita banyak ekspor ke Filipina dan Afrika," tandas Satria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.