Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mempertanyakan Alasan Pemindahan Ibu Kota

Kompas.com - 28/05/2019, 17:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rendy A Diningrat

SEJAK digagas pertama kali pada era Sukarno, pemerintah di bawah Presiden Joko "Jokowi" Widodo tampaknya benar-benar serius untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke luar Jakarta.

Keseriusan ini terlihat dalam acara seminar yang disiapkan jajaran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) pekan lalu. Kementerian tersebut bertugas mengkaji rencana pemindahan ibu kota ini.

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro memastikan bahwa rencana ini akan dilaksanakan karena wacana pemindahan ibu kota negara telah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Visi Indonesia 2045.

Presiden Jokowi pun beberapa kali terlihat mengunjungi sejumlah lokasi di Kalimantan yang disinyalir sebagai kandidat ibu kota.

Sebagai pengamat perkotaan, saya menilai rencana pemerintah kurang matang karena logika di balik dua alasan yang dipakai untuk memindahkan ibu kota ke luar Jakarta, yakni pemerataan dan daya dukung Jakarta, masih lemah.

Imajinasi pemerataan pembangunan

Pertama, pemerintah melihat perlunya memindahkan ibu kota ke luar Jawa karena hal ini akan mendukung pemerataan pembangunan ke kawasan timur Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di Pulau Jawa menyumbang 58,48 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Adapun wilayah timur Indonesia, yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua dengan mencapai 64 persen dari total luas Indonesia, hanya menyumbang 16,8 persen PDB. Situasi tersebut relatif tidak jauh berubah sejak 2010.

Namun, alasan ini menjadi bermasalah bila menganggap bisa mengatasi kesenjangan hanya dengan memindahkan ibu kota.

Dari segi penataan ruang, pemerataan pembangunan dapat diwujudkan dengan merekayasa struktur ruang. Ini dilakukan dengan mendesain sistem kota-kota dan pusat-pusat pertumbuhan sehingga menyebar ke seluruh wilayah.

Pemindahan ibu kota ke luar Jawa tidak cukup karena pemerintah perlu mendistribusikan lebih banyak lagi pusat pertumbuhan baru dan peluang ekonomi di luar Jawa, khususnya wilayah timur Indonesia.

Bila ditelusuri lebih jauh, sebenarnya pemerintahan Jokowi sudah menunjukkan itikad memeratakan pembangunan pada RPJMN 2015-2019.

Beberapa kebijakan tersebut antara lain mempercepat pembangunan lima Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan mengoptimalkan 24 kota otonom di luar Jawa.

Selain itu, terdapat pula 10 kawasan ekonomi khusus (KEK) dan 13 kawasan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet), 26 pusat kegiatan strategis nasional (PKSN) di lokasi perbatasan, serta 10 "Bali Baru" sebagai prioritas pengembangan pariwisata nasional.

Kita belum mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan-kebijakan di atas.

Halaman:


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Whats New
Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Earn Smart
Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com