Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KEIN: Tuduhan Predatory Pricing Tarif Transportasi Bisa Rusak Iklim Investasi

Kompas.com - 29/05/2019, 09:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Benny Pasaribu mengingatkan agar Kementerian Perhubungan dan pihak lain tidak mudah menuding adanya predatory pricing pada tarif transportasi yang ditetapkan oleh industri.

Menurut dia, tuduhan ini membuat seolah terjadi persaingan usaha tidak sehat pada industri tersebut. Isu ini sempat mencuat ketika persaingan taksi konvensional membuat pemerintah batas bawah tarif moda angkutan ini.

Ditambah lagi dengan polemik harga tiket pesawat terbang dan tarif baru ojek online yang masih berlangsung hingga kini.

Menurut Benny, tuduhan adanya predatory pricing ini dapat mengganggu pertumbuhan industri terkait dan merusak iklim investasi.

Baca juga: Kemenhub Berencana Atur Tarif Promo Ojek Online

"Dalam hukum persaingan usaha ada prinsip ‘Rule of Reason’ yang menuntut penelitian mendalam dan pembuktian secara prosedural. Tidak bisa loncat pada kesimpulan adanya pelanggaran dan langsung menuduh,” ujar Benny dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2019).

Mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu menyebut penetapan batas bawah tarif transportasi oleh Kemenhub cenderung membela perusahaan operator tertentu. Di sisi lain juga meskipun dapat merugikan konsumen.

Menurut dia, intervensi Kemenhub dalam menentukan harga atau tarif batas bawah di pasar cenderung mengakibatkan persaingan pasar terdistorsi. Perusahaan yang efisien tidak boleh menjual produknya di bawah harga batas bawah tersebut.

Sementara itu, perusahaan yang tidak efisien diuntungkan karena bisa bertahan di pasar.

Baca juga: Tarif Baru Ojek Online Sempat Bikin Orderan Go-Jek Turun

"Kehadiran perusahaan yang tidak efisien ini akan merongrong daya tahan dan daya saing perekonomian bangsa," kata Benny.

Menurut Benny, proses pembuktian adanya dugaan praktik predatory pricing di industri transportasi online tidak mudah. Secara prosedural, harus diawali dengan menentukan lingkup pasar. Hal ini membutuhkan perhitungan dalam menentukan produk dan wilayah geografis persaingannya.

Dengan demikian, akan bisa dipetakan siapa bersaing dengan siapa dalam produk apa dan di wilayah mana. Motif dan dampaknya juga penting diuji di lapangan.

"Bisa dilakukan tapi memang tidak mudah," sebut Benny.

Baca juga: Tarif Baru Ojek Online, Grab Sebut Pendapatan Pengemudi Naik 30 Persen

Oleh karena itu, Benny mengimbau pemerintah maupun pengamat tidak tergesa-gesa menyimpulkan adanya dugaan praktik persaingan tidak sehat yang dialamatkan terhadap pelaku usaha, apalagi dalam situasi ekonomi global dan domestik yang masih tidak menentu.

Dalam menghadapi situasi defisit neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan, kata Benny, semestinya pemerimtah mengutamakan penciptaan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan masuknya investasi ke dalam negeri.

Senada dengan Benny, Komisioner KPPU Guntur Saragih menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu mengatur batas bawah dan batas atas layanan ojek online. Menurut Guntur, penetapan harga sedianya diserahkan pada mekanisme pasar.

 

Baca juga: Evaluasi Tarif Baru Ojek Online, Kemenhub Survei di 5 Kota

Pengenaan tarif batas bawah dianggap akan membatasi pelaku usaha untuk memberikan layanan yang lebih murah kepada konsumen.

"Sementara itu, tarif batas atas akan membatasi pelaku usaha lain untuk berminat masuk ke industri," kata Guntur.

KPPU sendiri tidak dilibatkan dalam penentuan tarif operator kepada konsumen. Namun, KPPU terlibat untuk advokasi dan pengawasan hubungan kemitraan antara operator dan mitra pengemudi selaku pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com