Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiket Mahal Pesawat adalah Puncak Gunung Es

Kompas.com - 12/06/2019, 19:25 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat penerbangan sekaligus mantan KSAU Chappy Hakim menilai persoalan mahalnya harga tiket pesawat tidak datang tiba-tiba.

Ia menyebut, persoalan tersebut merupakan kalkulasi banyaknya permasalahan di sektor penerbangan nasional yang sudah terjadi bertahun-tahun.

"Tiket mahal itu adalah puncak dari gunung es yang menyimpan begitu banyak permasalahan di bawah yang tidak kelihatan," ujarnya dalam diskusi di Institut Peradaban, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

"Jadi kalau kita mencoba untuk menyelesaikan puncak gunung es saja itu sudah dipastikan kita membuat another problem dari masalah yang tidak terlihat di permukaan," sambung dia.

Baca juga: Soal Tiket Pesawat Mahal dan Masuknya Maskapai Asing, Ini Kata Menteri Rini

Chappy mengatakan, persoalan harus diselesaikan secara fundamental yakni menata kembali tata kelola penerbangan nasional.

Hal ini dinilai penting sehingga tidak menimbulkan masalah baru.

Chappy menilai, persoalan mahalnya tiket pesawat akibat menumpuknya persoalan mulai dari perang tarif murah hingga perebutan slot penerbangan rute gemuk.

Di sisi lain, kata dia, perkembangan penumpang menunjukan peningkatan yang pesat beberapa tahun silam. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas bandara.

Baca juga: Pemerintah Bedah Dampak Mahalnya Tiket Pesawat ke Pariwisata

Sayangnya meski perubahan besar terjadi, maskapai tidak berusaha optimal meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia hingga infrastrukturnya.

Di saat bersamaan, terjadi lonjakan harga avtur hingga kurs dollar AS. Beban maskapai kian besar lantaran pajak suku cadang. Akibatnya biaya operasional meningkat.

Menurut Chappy, tidak ada cara lain menyelesaikan persoalan yang sudah menjadi gunung es ini yakni dengan perbaikan fundamental dari tata kelola penerbangan rute domestik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com