Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Bayangkan Ibu Kota Baru Akan Seperti Jakarta..."

Kompas.com - 17/06/2019, 11:04 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Yang pasti kota itu didesain untuk 1,5 juta orang. Dan kota itu, sekali lagi, tidak bisa menjadi kota yang besar, untuk jadi kota metropolitan seperti Jakarta. Dia justru akan menjadi, core-nya adalah di pemerintahan.

Mungkin nanti akan ada universitas yang orientasinya untuk teknologi, kemudian ada sentra industri kreatif. Cuma jangan dibayangkan yang namanya ibu kota baru akan kemudian seperti Jakarta. Justru yang harus kita lakukan lima tahun ke depan adalah menyusun sistem perkotaan di Indonesia.

Jadi harus jelas kota mana yang akan didorong jadi kota metropolitan, kota mana yang nanti didesain untuk fungsi tertentu. Itu yang tidak kita punya di Indonesia. Pokoknya kota ya begitu sajalah.

Kebanyakan kota di Indonesia adalah kota kecil yang berkembang menjadi besar. Makanya kalau lihat perencanaannya tidak ideal, infrastruktur dasarnya juga tidak memadai.

Jakarta, misalkan, Jakarta kan sambungan air minum, PDAM, ke rumah tangga masih kecil. Artinya masih banyak wilayah Jakarta yang belum tersambung sama sekali.

Jadi bayangkan masih ada kota, itu ibu kota lagi, kota paling besar di Indonesia yang infrastruktur dasarnya tidak memadai. Ini yang mau kita benahi lima tahun ke depan.

Maka, yang mau dikembangkan menjadi kota metropolitan dengan semua kebutuhan dasarnya dan ibu kota ini supaya Jakarta tidak jadi pusat segalanya. Beban Pulau Jawa juga pelan-pelan dikurangi.

Jadi keramaian di pulau Jawa lebih tersebar?

Iya, lebih tersebar. Tapi bukan berarti kita memimpikan ibu kota baru akan sebesar Jakarta. Jakarta yang harus tetap jadi yang paling besar. Karena dia adalah kota bisnis. Di mana pun di dunia, yang paling menonjol kota terbesar adalah kota yang menjadi pusat bisnis, keuangan, dan jasa.

Di Australia ada Sidney dan Melbourne, bukan Canberra. Di Amerika Serikat ada New York, bukan Washington DC. Di Brasil, Rio dan San Polo, bukan Brasilia. Di Pakistan itu Karachi, bukan Islamabad. Di Myanmar itu Yangoon, bukan Naypyidaw. Di Nigeria kota bisnisnya Lagos, bukan ibu kotanya Abuja. Jadi kita arahkan ke sana.

Baca juga: Bukan Sekadar untuk Gaji Pengangguran, Ini Fungsi Kartu Prakerja

Bagaimana pendapat Bapak terkait isu miring soal pemindahan ibu kota? Ada yang menyebut bahwa ini mubazir dan sebaiknya fokus memeratakan pembangunan di wilayah terpencil saja.

Pemindahan ibu kota itu satu dari sekian strategi untuk pemerataan. Pemerataan yang lain adalah kita mengembangkan enam metropolitan di luar Pulau Jawa.

Kota apa saja yang berpotensi jadi metropolitan?

Enam itu yang sudah keliatan adalab Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Denpasar, Manado. Itu enam metropolitan yang akan dikembangkan.

Dan kita ingin kota-kota ini yang jadi penyebaran pusat pertumbuhan ekonomi sehingga tidak semuanya harus di Jawa, khususnya di Jakarta. Dan ibu kota salah satunya. Karena ibu kota sudah punya core kan karena pemerintahan.

Membangun kota metropolitan itu ditargetkan dalam berapa tahun?

Yang enam itu sebenarnya secara faktual sebagai kota metropolitan, tapi belum ditata sebagai kota metropolitan. Itu yang mau kita perbaiki supaya daya tampung mereka untuk kegiatan ekonomi jadi lebih besar.

Sekarang ini kan mereka berkembang secara organik saja. Medan membesar. Nanti orangnya mulai tinggal di Binjai. Atau Surabaya lebih jelas, orangnya ada yang ke Sidoarjo, ada yang ke Gresik, ada yang ke Mojokerto. Padahal, itu kalau ditata di satu kota, Surabaya bisa jadi kekuatan ekonomi yang besar.

Baca juga: Pemerintah Akan Bangun Istana Negara hingga Universitas di Ibu Kota Baru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com