Sapto yang hampir setiap hari naik ojek online, terutama Grab, juga mengatakan, pembatalan pesanan justru kerap diinisiasi oleh driver, bukan pelanggan.
Driver meminta pembatalan sepihak dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan jarak hingga lokasi titik jemput yang sulit dicapai karena harus memutar jalan.
Keberatan serupa juga dikemukakan oleh Ria Aprianty (19), mahasiswi universitas di Bekasi. Ria yang hampir setiap hari pergi ke kampus menggunakan Grab Bike juga menganggap denda itu sangat tidak adil.
Seperti halnya Sapto, ia juga mengatakan bahwa pembatalan pesanan kerap dilakukan karena driver kurang responsif. Tidak menjawab saat ditanya atau lokasi driver yang jauh.
Selain itu, ia juga mengatakan pembatalan pesanan justru kerap diminta driver.
"Alasanya lokasi antar terlalu jauh, sedang makan, lokasi jemput kelewatan dan males putar balik," kata dia.
Sebagai pelanggan Grab, Sapto dan Ria berharap agar Grab lebih bisa mencari solusi terbaik. Mereka tidak menutup mata pembatalan pesanan bisa merugikan driver, tetapi di sisi lain pelanggan juga tidak ingin dirugikan.
Dalam keterangan kepada Kompas.com, Grab membuat pengecualian pemberlakukan denda. Salah satunya kepada pelanggan yang membatalkan pesanan karena waktu tiba driver.
"Jika mitra pengemudi Grab terlalu lama sampai atau tidak bergerak menuju lokasi jemput, maka penumpang tidak akan dikenai biaya," tulis Grab dalam keterangan kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Denda juga tidak akan berlaku jika pembatalan pemesanan terjadi dalam waktu kurang dari 5 menit dan pembatalan dilakukan pengemudi.
Hingga saat ini, belum diketahui apakah kebijakan denda akan diterapkan Grab secara nasional atau tidak. Namun Grab terus mengkampanyekan pengurangan penekanan "Cancel" perjalanan di aplikasinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.