Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Rudy Ramli Bangkit Usai Kehilangan Bank Bali

Kompas.com - 24/06/2019, 11:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rudy Ramli harus meneguk pil pahit begitu kehilangan Bank Bali di depan mata. Ia merasa bank milik ayaknya Djaja Ramli tersebut telah direbut paksa dari tanganya.

Awalnya bank tersebut dalam kondisi sehat, hingga dinyatakan sebagai bank sakit dan diambil alih Standard Chartered. Padahal, menurut Rudy, bank tersebut tengah berjaya di masanya, di tahun 1999.

"Saya bisa dibilang lagi on top of the world, kemudian saya mutar ke bawah dunia tidak hanya sekali, sampai tujuh kali. Saya terperosok sampai tujuh kali," kata Rudy kepada Kompas.com.

Sejak saat itu kata Rudy, hidupnya luntang lantung seperti tak berarah. Kesehariannya tak diisi dengan kegiatan berarti, hanya main ke sana dan kemari, serta sesekali bermain golf. Ia tak bekerja maupun melanjutkan usaha apapun.

Baca juga: Mantan Bos Bank Bali Ungkit Cacat Akuisisi Bank Permata oleh Standard Chartered

Di 2017, Rudy mulai bangkit. Ia baru bisa kembali menata hidup. Rudy kembali berbisnis dengan menggelola dua perusahaan. Salah satunya yakni PT Sarana Pembangunan Syariah yang baru didirikannya Desember 2018. Perusahaan tersebut bergerak di bidang teknologi finansial untuk pembayaran.

"Kita tidak mau kalah juga dengan perkembangan sekarang. Saya mau masuk ke tempat sistem pembayaran, lifestyle, chatting, saya mau bikin satu apps kayak gitu," kata Rudy.

Saat ini, Rudy juga merupakan salah satu pemegang saham PT Daya Network Lestari, pengelola jaringan ATM Alto.

Ia juga menjabat sebagai Presiden Direktur Alto Halodigital International (AHDI) yang merupakan anak usaha Alto yang bergerak sebagai penunjang sistem pembayaran dalam negeri atau pun cross border.

Ia berharap kegiatan bisnis yang dijalani saat ini mampu membuatnya bangkit dari keterpurukan.

"Saya harap saya punya otak masih bisa jalan," kata Rudy.

Rudy Ramli dan kontroversinya

Rudy sempat duduk di kursi pesakitan sebagai tersangka dalam kasus skandal cessie Bank Bali. Dalam kasus ini banyak nama besar yang terseret.

Skandal ini bermula saat Rudy yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank Bali kesulitan menagih piutangnya di sejumlah bank, yakni Bank Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara.

Adapun total piutang di tiga bank tersebut sekitar Rp 3 triliun. Ketiga bank tersebut kemudian dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Meski begitu, Bank Bali masih kesulitan mencairkan piutangnya.

Akhirnya, Rudy bekerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP), perusahaan milik Djoko S Tjandra, dalam bentuk perjanjian pengalihan (cessie) tagihan piutang. Bank Bali menjual seluruh tagihan pinjaman antarbanknya ke EGP pada 1999.

Baca juga: Pemerintah Lelang Aset Properti Bekas BPPN

Setelah diverifikasi, tidak ditemukan indikasi ketidakwajaran transaksi SWAP sehingga BI dan BPPN setuju mengucurkan piutang Bank Bali sebesar Rp 905 miliar. Bank Bali hanya menerima Rp 359 miliar. Sisanya, masuk rekening Era Giat, sebagaimana dalam perjanjian mereka.

Namun, alih-alih menyerahkan surat-surat berharga pemerintah seusai janji, malah Bank Bali diminta memindahbukukan dana sebesar Rp 141 miliar ke EGP.

Pengelola Bank Bali saat itu, Standard Chartered Bank pun melaporkan adanya tambahan kerugian akibat pembayaran keluar dari bank dan ada upaya penjualan aset-aset bank oleh manajemen.

BPPN menolak untuk menerima kerugian tambahan tersebut sebagai bagian dari rekapitalisasi dan membentuk tim investigasi di bawah pengawasan International Review Committee untuk menginvestigasi kebenaran transaksi cessie. Termasuk meneliti dasar hukumnya, menelaah proses pengambilan keputusan atas transaksi, melakukan pemeriksaan, penelitian, pengumpulan data, dan penyelidikan terhadap pengalihan dana yang dilakukan Bank Bali ke EGP. 

Di tahun yang sama, Kejaksaan Agung membuka penyidikan dan mengusut skandal Bank Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com