Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Serikat Buruh Diminta Bersatu untuk Kesejahteraan Pekerja

Kompas.com - 28/06/2019, 08:57 WIB
Mikhael Gewati

Editor


KOMPAS.com
- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri mengajak pengurus dan anggota Serikat Pekerja (SP) atau Serikat Buruh (SB) agar bersatu untuk perubahan.

"Jauhkan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok. Mari semua membangun kesadaran, bersatu dalam nasionalisme pekerja, yang muaranya untuk kesejahteraan pekerja Indonesia," kata Menaker yang diwakili oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Haiyani Rumondang.

Ia sendiri mengatakan itu saat membuka Kongres VIII Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) di Jakarta Timur, Kamis (27/6/2019).

Seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Dirjen Haiyani mengungkapkan, saat ini SP atau SB menghadapi tantangan internal dan eksternal dalam upaya membangun bangsa demi mensejahterakan anggota dan keluarganya

Baca jugaPunya Serikat Buruh, Perusahaan Wajib Buat PKB

Tantangan internal sendiri tercermin dalam pertumbuhan SP atau SB, federasi dan konfederasi.

Perlu diketahui, dari sekitar 9 juta pekerja yang menjadi anggota SP atau SB pada awal reformasi 1998 hingga kini hanya tersisa 2.717.961 buruh.

Sementara itu, dari 192.238 perusahaan hanya 7.294 perusahaan yang eksis SP atau SB-nya.

"Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya yang eksis di sekitar 11.852 perusahaan," kata Haiyani.

Menariknya, kata dia, struktur atas gerakan buruh (Federasi dan Konfederasi) naik drastis. Federasi SP atau SB membengkak menjadi 137 dan Konfederasi mencapai 15.

"Politisasi dan polarisasi membuat struktur gerakan buruh keropos di bawah, " katanya.

Hadapi revolusi industri 4.0

Pada sisi lain, secara eksternal gerakan buruh dihadapkan pada perubahan industri yang cepat dan masif.

Revolusi industrial 4.0, memaksa semua sektor beradaptasi dengan metode baru yang digital based. Di satu sisi, revolusi tersebut menjanjikan efisiensi dan produktivitas.

Namun di sisi lain, lanjut Haiyani, revolusi itu juga mengancam keberadaan pekerja yang berpendidikan rendah maupun pekerja yang memiliki skill rendah.

"Kondisi tersebut tidak dapat dihindari oleh semua pihak dan dampak langsung yang dirasakan ialah berupa pengurangan tenaga kerja," ujar Haiyani.

Baca jugaRevolusi Industri 4.0, SDM Indonesia Harus Berdaya Saing

Meksi begitu, lanjut Haiyani, hal tersebut bisa diatasi dengan penyesuaian skill SDM yang ada dengan melakukan training-training dan pelatihan-pelatihan, " ujar Haiyani.

Terkait kongres, Haiyani mengatakan, pemerintah berharap pemimpin masa depan KSBSI idealnya bisa memotivasi anggotanya untuk mencapai tingkat tertinggi di dalam kerja dan karya sekaligus membangun prestasi.

"Sebab pemimpin masa depan selalu mengungkap intuisi, ide dan logikanya, sambil mendiskusikannya dengan orang lain serta mencari solusi yang visioner, " katanya.

Presiden KSBSI Mudhofir yang hadir dalam kongres itu mengatakan selain melakukan perubahan dan mengedepankan dialog sosial, KSBSI harus menjadi motor sebagai organisasi buruh yang cerdas. 

Baca jugaPendirian Koperasi, Langkah Strategis Sejahterakan Buruh

Organisai yang tidak hanya sebagai wadah buruh, tatapi juga mampu memberikan gagasan bahkan solusi terhadap permasalahan pemerintahan.

"Dalam negara demokrasi tak mungkin hanya memperjuangkan secara sendiri, sektoral kepentingan buruh sendiri. Kami harus bisa berjuang dan bekerja sama dengan asosiasi pengusaha dan pemerintah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com