Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diskon 50 Persen Tiket Pesawat LCC Tak akan Berhasil, jika...

Kompas.com - 02/07/2019, 12:33 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) berencana bakal menurunkan harga tiket pesawat maskapai berbiaya hemat (low cost carrier/LCC) secara terbatas.

Skema yang bakal digunakan adalah dengan memberikan diskon 50 persen dari tarif batas atas yang berlaku di hari dan jam tertentu.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai tidak akan terjadi jika tidak ada biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh maskapai juga tidak efisien.

Luhut pun mengakui selama ini pemerintah juga kurang memberikan perhatian terhadap operasional maskapai LCC.

Baca juga: Berapa Besar Penurunan Harga Tiket Maskapai LCC? Ini Hitungannya

"Sebenarnya LCC selama ini enggak kita tata dengan benar. Di negara-negara lain sudah punya airport sendiri, terminal sendiri untuk LCC supaya cost lebih murah, kan ujung-ujungnya pada cost," ujar dia di Jakarta, Selasa (2/7/2019).

Dia mencontohkan, salah satu pemborosan yang menyebabkan biaya tiket LCC di Indonesia tiba-tiba melonjak adalah keinginan maskapai untuk terus memiliki armada pesawat baru. Sementara dia membandingkan, di Amerika Serikat maskapai LCC cenderung memiliki pesawat dengan usia yang cenderung lebih tua dengan kondisi yang cenderung lebih baik.

"Maintenance-nya bagus, sehingga cost dia lebih rendah," ujar dia.

Efisiensi dari biaya operasional maskapai tersebutlah yang menurut Luhut, menjadi kunci untuk menekan tarif tiket pesawat. Salah satunya dengan membatasi tingkat impor bahan bakar avtur. 

Dia menambahkan, monopoli Pertamina sebagai distributor avtur untuk maskapai di Indonesia seharusnya dihentikan. 

Menurut dia, Indonesia harus mau membuka pasar avtur untuk pesaing dari luar negeri agar harga avtur yang dibeli oleh maskapai bisa lebih kompetitif.

"Jadi bikin aja saingan Pertamina itu jangan satu, bikin dua. Kan ada AKR dan mana itu, ada Shell, perusahan minyak kan banyak siapa aja yang mau itu. Tapi dibatasi jangan terlalu banyak juga," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com