Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dedy Budiman

Founder KOMISI (Komunitas Sales Indonesia). Founder SDI (Sales Director Indonesia). Pembina AGMARI ( Asosiasi Guru Marketing Indonesia).

Menanggapi Fadli Zon soal Negarawan dan Salesman

Kompas.com - 05/07/2019, 07:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


BEBERAPA hari lalu Fadli Zon menyatakan bahwa bangsa ini telah kehilangan kesempatan dipimpin oleh seorang berkualitas negarawan, bukan salesman.

Hal ini menjadi menarik karena profesi salesman oleh Fadli Zon dibandingkan dengan negarawan. Saya menangkap pernyataan ini seakan seorang salesman bukanlah negarawan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan negarawan sebagai ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola negara dengan kebijaksanaan dan kewajiban.

Dalam satu kesempatan pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latif, mengatakan bahwa negarawan adalah seseorang yang memberikan jiwa raganya untuk negara.

Membandingkan seorang negarawan dengan salesman menjadi menarik karena berdasarkan dua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang negarawan adalah orang yang mampu menjalankan pemerintahan dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya, taat terhadap aturan, visioner, serta mau berkorban demi negaranya.

Adapun salesman adalah seseorang yang mempunyai tugas untuk mencapai target penjualan yang diberikan perusahaan di tempatnya bekerja.

Memang tidak semua orang mengenal dengan jelas profesi sales, bahkan sebagian besar masyarakat masih memiliki stigma terhadap salesman

Salesman dianggap sebagai pengganggu, terlalu agresif, memengaruhi orang lain dengan bujuk rayu dan tipu daya. Seorang salesman dianggap rendah karena mereka keluar masuk rumah, toko, dan perusahaan untuk menawarkan produk atau jasanya.

Maka, tidak aneh jika Anda menemukan tulisan di kompleks perumahan: "Pengemis, Pengamen dan Salesman dilarang masuk di kompleks ini".

Tidak ada yang mau jadi salesman

Sejak tiga tahun terakhir ini saya sering mengunjungi dan memberikan pelatihan kepada SMK-SMK di sejumlah kota di Indonesia, khususnya SMK jurusan Bisnis Daring dan Pemasaran. Siswa-siswi jurusan ini harusnya saat lulus siap menjadi salesman.

Tetapi, saat saya bertanya, "Siapa di antara kalian yang setelah lulus SMK mau jadi salesman, angkat tangan?"

Suasana kelas hening. Tidak ada satu pun siswa yang mengangkat tangan dan mau jadi salesman. Mereka semua lebih memilih jadi bos, pengusaha, saudagar dibandingkan jadi salesman.

Hal ini menjadi menarik dan membuat saya mencari tahu mengapa ada fenomena seperti ini?

Akhirnya, saya menemukan jawabannya. Mereka tidak mau jadi salesman karena mereka tidak tahu dengan jelas apa itu profesi salesman.

Terbukti, ketika saya selesai menjelaskan apa itu profesi salesman, jawaban audiens berubah.  Hampir 30-40 persen mengangkat tangan, mau menjadi salesman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com