Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendag Enggar, Misi Dagang, Persempit Impor, hingga Dipanggil KPK

Kompas.com - 05/07/2019, 09:06 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

12 perjanjian dagang bilateral dan multilateral juga telah disusunnya bersama jajaran petahana Kemendag hingga tahun 2020. Adapun, perjanjian dagang itu antara lain IA-CEPA, RCEP, Indonesia-Korea CEPA, IJEPA, ATISA, dan perjanjian dagang dengan beberapa negara lainnya seperti Uni Eropa, Mozambik, Tunusia, Turki, juga Mesir.

Hingga saat ini, memang masih banyak negara yang tak setuju soal pertukaran data karena dianggap dapat mengganggu keamanan nasional.

Tapi berdasarkan hasil koordinasi dengan Kemkominfo, Indonesia bisa menerima tawaran tersebut. Tapi dia menjamin data-data strategis tidak akan dipertukarkan.

Kontroversi

Kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang baru-baru ini menjerat anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso turut mencatut nama Enggartiasto Lukita pada persidangan 8 Juli mendatang. Enggar ditunjuk sebagai saksi guna menelusuri lebih lanjut sumber-sumber dugaan penerimaan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso.

Enggar sebelumnya sempat menegaskan, tidak pernah memberi uang apapun kepada anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso. Dia juga keheranan namanya bisa tercatut di kasus Bowo, padahal ia berasal dari Partai Nasdem dan Bowo berasal dari Partai Golkar.

"Jadi apa urusannya saya kasih duit?" ujar Enggartiasto.

Selain itu, apabila ia dikait-kaitkan dengan Bowo dengan alasan pemberian izin di Kementerian Perdagangan, menurut Enggartiasto, seharusnya Bowo yang memberikan uang kepadanya, bukan sebaliknya.

Sebelumnya, ruang kerja Enggar di Kemendag juga sempat digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang sama. Dalam penggeledahan itu, KPK mengamankan dokumen perdagangan gula.

Ruangan Biro Hukum dan ruangan staf lainnya di Kemendag turut digeledah. Adapun barang yang disita adalah puluhan dokumen terkait peraturan Menteri Perdagangan tentang gula rafinasi serta barang bukti elektronik.

Enggar pun dinilai tak rutin menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menurut Indonesia Curruption Watch (ICW) bersama 8 menteri lainnya. Sejak mulai menjabat 27 Juli 2016, Enggar baru menyerahkan LHKPN pada 23 Februari 2017 dan 29 Maret 2019.

Bakal Jadi Menteri Lagi?

Meski masih berpotensi jadi menteri, banyak pihak seperti pengamat ekonomi meminta Presiden Jokowi untuk mengganti beberapa kabinet kerjanya termasuk Enggar.

Enggar dinilai melonggarkan kinerja impor Indonesia. Longgarnya kinerja impor dianggap sebagai bukti ketidakmampuan pemerintah khususnya Mendag meningkatkan sisi ekspor.

Selain itu, regulasi Kemendag untuk Bulog dalam menstabilkan harga pangan dan kualitas Sembilan Bahan Pokok (sembako) dinilai tidak sinergis.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan sinergi yang kurang baik antara Kementrian dan lembaga, termasuk Kemendag dan Kemensos menjadikan kinerja Bulog tidak optimal.

Hal tersebut terlihat saat panen mengalami keberhasilan namun tak mampu terserap baik oleh Perum Bulog karena keterbatasan dana. Pun ketika kecilnya opsi penyaluran beras dari program pemerintah, yaitu program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Dalam program BPNT tersebut, Bulog hanya diizinkan menyalurkan beras sebesar 70 persen dari sisi 30 persen. Sementara 70 persen dari 100 persen justru dialirkan Kementrian ke pasar bebas.

Padahal, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) masih ada sekitar 2,3 ton. Jika opsi penyaluran beras begitu kecil, beras tersebut terancam busuk.

"Ini sih gila aja menurut saya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com