Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ignasius Jonan, Si Keras Kepala yang Dua Kali Pimpin Kementerian

Kompas.com - 05/07/2019, 15:00 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Ignasius Jonan sudah tenar di media konvensional hingga media sosial karena aksinya saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Saat itu, viral fotonya tengah tidur lelap, meringkuk di bangku kereta api ekonomi. Foto itu diambil tahun 2014.

Tahun yang sama saat Presiden Joko Widodo menunjuk Jonan sebagai Menteri Perhubungan (Menhub). Entah berkaitan atau tidak penunjukan Jonan dengan viralnya foto itu, hanya Jokowi yang tahu.

Namun, yang jelas, semenjak KAI dikelola Jonan, perusahaan perkeretaapian itu mengalami reformasi besar.

"Dia Dirut KAI, manajer profesional dalam sektor transportasi publik, sering tidak pulang, sering tidur di kereta api, tapi nanti di pesawat terbang dan kapal laut," ujar Jokowi saat pertama kali memperkenalkan singkat profil Jonan di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (26/10/2014).

Baca juga: Cerita Menteri Jonan yang Dompetnya Tertinggal di Pesawat...

Pria yang lahir pada 21 Juni 1963 pernah terpilih sebagai chief executive officer (CEO) terbaik badan usaha milik negara (BUMN) 2013. 

Dicopot dari Menteri Perhubungan

Namun, jabatan Menteri Perhubungan yang diemban Jonan tak berlangsung lama. Ia diberhentikan dari jabatannya setelah 2,5 tahun memimpin Kemenhub. Pada 27 Juli 2016, Budi Karya Sumadi menggantikan posisi Jonan.

Budi sebelumya merupakan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero).

Pencopotan Jonan pun menjadi tanda tanya besar. Apa alasaan Jokowi mencopot menteri yang mampu membuat gebrakan di KAI dan menguasai betul bidang perhubungan?

Tak ada jawaban tegas dari presiden kala itu. Jokowi beralasan, reshuffle kabinet diperlukan agar kabinet bekerja lebih cepat, efektif dan solid.

"Saya sadari tantangan-tantangan terus berubah dan membutuhkan kecepatan kita dalam bertindak dan memutuskan, kita harus bertindak yang langsung dirasakan oleh rakyat, dinikmati oleh rakyat dalam jangka pendek dan panjang," ujar Jokowi Rabu (27/7/2016).

Baca juga: Menteri Jonan: Saya Enggak Mau Seperti Selebritis..

Asumsi pun menguat bahwa Jonan dicopot karena bersikeras menolak proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang digagas pemerintah. Menurut dia, proyek tersebut tidak begitu diperlukan.

Bahkan, ia tak hadir saat groundbreaking proyek kereta cepat, di mana saat itu Presiden Jokowi hadir di lokasi.

Si keras kepala yang dipercaya

Meski sudah "dibuang", Jonan ditarik lagi oleh Jokowi ke dalam kabinet. Kali ini, ia dipercaya memimpin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sebelumnya diduduki Arcandra Tahar.

Jonan ditunjuk sebagai Menteri ESDM setelah polemik yang dihadapi Arcandra mengenai status kewarganegaraannya.

Setelah melantik Jonan dan Arcandra, Jokowi menganggap keduanya sama-sama sosok pekerja keras dan keras kepala sehingga mampu mereformasi Kementerian ESDM dengan baik.

Baca juga: Cerita Soal Akuisisi Freeport, Jonan Sebut Tidak Ada Trik Khusus

“Saya yakin keduanya figur profesional yang berani dan punya kompetensi untuk melakukan reformasi besar-besaran di ESDM. Saya tahu dua-duanya keras kepala, tetapi suka terjun ke lapangan,” kata Jokowi, Jumat (14/10/2016).

Sebenarnya, Jokowi sempat ingin memberi jabatan lain untuk Jonan, yakni sebagai pimpinan holding dari salah satu sektor Badan Usaha Milik Negara. Namun akhirnya Jokowi memilih Jonan masuk ke Kementerian ESDM dan membenahi sektor energi dan sumber daya mineral.

Dua kali kebijakannya dibatalkan Jokowi

Kontroversi Jonan dengan pemerintah belum berhenti di masalah kereta cepat. Sebelum persoalan ini muncul, tahun 2015, Jonan yang masih menjabat sebagai Menteri Perhubungan menerbitkan surat larangan pengoperasian ojek atau transportasi umum berbasis layanan online.

Alasan pelarangan itu yakni berbenturan dengan aturan, salah satunya penggunaan kendaraan pribadi sebagai transportasi umum.

Kebijakan Jonan itu langsung menimbulkan reaksi publik. Tak menunggu lama, Presiden Joko Widodo langsung mengoreksi kebijakan tersebut dan memanggil Jonan.

Baca juga: Jonan: Investasi Sektor Energi Turun karena Harga Minyak Dunia

Jokowi menyatakan, jangan karena aturan rakyat jadi susah. Akhirnya, pemerintah membatalkan larangan pengoperasian ojek online. Enam bulan setelah kebijakan tersebut dibatalkan, Jokowi mencopot Jonan.

Kebijakan Jonan yang kedua kalinya dianulir presiden yakni soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Mulanya, Jonan menyampaikan bahwa premium akan naik pada pukul 18.00 WIB, Rabu (10/10/2018).

Harga premium naik menjadi sebesar Rp 7.000 per liter untuk di daerah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 6.900 per liter untuk di luar Jamali.

Jonan bahkan menyebut bahwa kenaikan harga premium ini sesuai arahan Presiden Jokowi.

"Pemerintah mempertimbangkan, sesuai arahan Presiden, bahwa premium, premium saja ya, mulai hari ini pukul 18.00 WIB paling cepat, tergantung Pertamina (sosialisasi) ke 2.500 SPBU di seluruh Nusantara, disesuaikan harganya," kata Jonan.

Baca juga: Jonan: Pukul 18.00 WIB, Harga Premium Naik Jadi Rp 7.000

Namun, tak sampai 1 jam, pernyataan Jonan itu langsung dikoreksi oleh anak buahnya.  Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, harga premium batal naik berdasarkan arahan Presiden Jokowi.

"Iya ditunda, sesuai arahan Pak Presiden (Jokowi). Kami evaluasi lagi kenaikan tersebut," kata dia.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Erani Yustika mengatakan, pembatalan tersebut terjadi karena Presiden mendengarkan aspirasi publik.

"Presiden selalu menghendaki adanya kecermatan dalam mengambil keputusan, termasuk juga menyerap aspirasi publik," kata Erani.

Divestasi saham Freeport

Salah satu prestasi di era Jonan dan PT Inalum adalah divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Pemerintah menguasai mayoritas saham perusahaan tambang di Papua itu pada September 2018.

Kesepakatan tersebut merupakan turunan dari kesepakatan pokok divestasi saham yang dilakukan induk usaha PTFI, Freeport McMoran Incorporated (FCX) dengan pemerintah pada 12 Juli 2018 lalu.

Dari pokok divestasi saham itu, disepakati juga nominal pembayaran yang harus dilakukan untuk mencaplok 51 persen saham di PTFI sebesar 3,85 miliar dollar AS. Pembayaran dilakukan oleh Inalum sebagai induk holding BUMN pertambangan Indonesia. 

Baca juga: Habis Sejak 15 Februari, Pemerintah Kembali Beri Izin Ekspor Freeport

Bersaksi di KPK

Nama Jonan sempat terseret beberapa kali dalam kasus hukum. Jonan disebut dalam sidang perkara suap Komisi V dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/1/2017).

Jonan disebut memberikan "paket" kepada anggota Dewan. Hal tersebut terungkap dalam percakapan melalui pesan singkat antara anggota Komisi V, Alamuddin Dimyati Rois, dan mantan anggota Komisi V, Damayanti Wisnu Putranti, yang sudah dijatuhi vonis.

Namun, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M Djuraid mengklarifikasi hal tersebut. Sebagai kementerian teknis, pelaksanaan program APBN Kementerian Perhubungan tersebar di provinsi dan kabupaten/kota. Artinya, kata Hadi, yang memperoleh alokasi dana APBN dalam bentuk paket-paket program adalah daerah.

"Sudah jadi bahasa yang jamak, ada sebagian anggota DPR menyebut paket program di daerah pemilihannya sebagai paket program hasil perjuangannya atau paket program miliknya," kata Hadi.

Baca juga: Periksa Menteri Jonan, KPK Telusuri Upaya Samin Tan Pengaruhi Terminasi PKP2B PT AKT

Menurut dia, informasi yang terungkap di persidangan hanya sepotong sehingga ia meyakini 'paket' yang dimaksud dalam percakapan WhatsApp tersebut adalah paket program untuk daerah, bukan dalam pengertian paket untuk individu anggota DPR.

"Motif klaim seperti itu bisa macam-macam. Yang pasti tidak ada kaitannya dengan menteri atau kementerian," kata Hadi.

Selain itu, pada Senin (4/12/2017), Jonan dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono. Namun, saat itu Jonan berhalangan hadir.

Penyidik menganggap bahwa Jonan memiliki informasi-informasi yang dibutuhkan untuk pendalaman di proses penyidikan.

Kemudian, Jonan kembali berurusan dengan KPK untuk kasus berbeda. Jonan diperiksa sebagai saksi Jonan rencananya diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka, Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.

Baca juga: Periksa Menteri Jonan, KPK Telusuri Pengesahan RUPTL hingga Dugaan Pertemuan dengan Eni dan Kotjo

Sofyan merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau, sementara Samin tersangka kasus dugaan suap terkait terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Kasus yang menjerat Samin Tan merupakan pengembangan dari kasus yang juga menjerat Sofyan, kasus PLTU Riau-1.

Setelah memeriksa Jonan sebagai saksi, Jumat (31/5/219), KPK menyebut penyidik butuh kesaksian Jonan dalam hal pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) serta proyek-proyek PLTU.

Selain itu, KPK juga mengonfirmasi soal dugaan adanya pertemuan antara Jonan bersama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Eni dan Kotjo telah divonis bersalah pada kasus PLTU Riau-1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com