NEW YORK, KOMPAS.com - Di era
digital seperti saat ini, semakin banyak
robot yang melakukan
pekerjaan manusia. Bagi perekonomian, ini akan memberikan dampak yang baik, namun ada pula sisi negatifnya.
Dikutip dari
CNN, Jumat (5/7/2019), robot diprediksi bakal menggantikan 20 juta pekerjaan
manufaktur di seluruh dunia pada tahun 2030 mendatang. Ini berdasarkan laporan yang dirilis Oxford Economics.
Artinya, sekitar 8,5 persen
tenaga kerja manufaktur di seluruh dunia akan digantikan oleh robot. Laporan tersebut juga menyatakab bahwa mengganti tenaga kerja dengan robot akan menyumbang
lapangan kerja baru secepat otomasi yang dilakukan.
Menurut Oxford Economics, setiap robot baru yang "dipekerjakan" dapat menggantikan 1,6 tenaga kerja manufaktur secara rata-rata. Namun demikian, penggantian tenaga kerja dengan robot juga akan memicu kesenjangan pendapatan.
Bukan hal baru
Otomasi bukanlah tren baru dalam industei manufaktur. Sebagai contoh, industri otomotif menggunakan 43 persen robot di dunia pada tahun 2016 silam.
Akan tetapi, penggunaan robot menjadi lebih murah ketimbang tenaga kerja manusia. Salah satunya adalah lantaran penurunan biaya mesin.
Data Oxford Economics menyebut, harga rata-rata sebuah robot menurun 11 persen sepanjang tahun 2011 hingga 2016.
Robot pun semakin mampu berfungsi dalam proses yang kian rumit dan konteks yang beragam.
Di atas itu semua, permintaan akan produk-produk manufaktur pun meningkat.
China memimpin pertumbuhan
Negeri Tirai Bambu China memberikan kesempatan yang besar bagi pertumbuhan otomasi. Negara tersebut saat ini sudah menyumbang seperlima penggunaan robot industri di seluruh dunia.
Satu dari tiga robot baru digunakan di China. Oxford Economics menyatakan, China berinvestasi besar pada robot untuk memosisikan diri sebagai pemimpin industri manufaktur global.
Oxford Economics menyebut, sebanyak 14 juta robot akan "bekerja" di China pada tahun 2030 nanti. Angka tersebut jauh lebih banyak dibanding negara-negara lainnya di dunia.