Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seriuskah Pemerintah Ingin Memindahkan Ibu Kota dari Jakarta?

Kompas.com - 11/07/2019, 08:31 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo nampaknya serius ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.

Orang nomor satu di RI itu menginginkan rencana pemindahan ibu kota tak hanya jadi wacana semata. Dia ingin rencana itu segera bisa terwujud.

Keinginan Jokowi itu disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (10/7/2019).

"Jadi memang pemindahan ibu kota ini bukan hal yang baru. Rencana ini juga pernah diangkat Presiden Soekarno dan Soeharto. Presiden Jokowi menginginkan ini bukan hanya wacana, tapi kongkrit,” ujar Bambang.

Saat era Presiden Soekarno, ibu kota rencananya ingin dipindah dari Jakarta ke Palangkaraya. Sedangkan di era Soeharto, ibu kota ingin dipindah dari Jakarta ke Jonggol.

Namun, rencana itu timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang.

Atas dasar itu, kali ini Jokowi menginginkan hal tersebut tak lagi hanya wacana semata. Bahkan, rencana pemindahan ibu kota sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2025.

"Sudah masuk dalam RPJMN, nanti ketika sudah jelas kapan pelaksananya kami akan sesuaikan untuk masuk pada RKP (rencana program kerja) tahun bersangkutan," kata Bambang.

Bambang menegaskan, pemindahan ibu kota merupakan strategi jangka panjang untuk mengurangi beban yang selama ini ditanggung oleh Jakarta.

Sebab saat ini Jakarta menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis Indonesia. Akibatnya penduduk di Jakarta sangat padat dan kemacetan parah terjadi hampir setiap hari.

Selain itu kata Bambang, pemindahan ibu kota juga bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi daerah di luar Jawa untuk berkembang lebih cepat.

Sehingga  pemerataan antara Jawa dan luar Jawa yang sekarang cukup tajam kesenjangannya bisa dikurangi.

Motif Politik

Selain urusan pemerataan pembangunan, pemindahan ibu kota juga diakui Bambang ada muatan politisnya tersendiri.

“Pasti ada motif politik. Kita ingin ibu kota baru itu Indonesia sentris, karena di desain dan dipilih bangsa sendiri,” ujar Bambang.

Sebab, Jakarta merupakan ibu kota yang dipilih oleh pemerintah kolonial Belanda saat menjajah Indonesia. Atas dasar itu, pemerintah ingin membangun ibu kota baru yang dibangun dan dipilih oleh bangsa sendiri.

“Kita ingin punya ibu kota yang kita desain dan bangun dengan kemampuan sendiri,” kata Bambang.

Mantan Menko Perekonomian ini pun menginginkan ibu kota baru dibangun dengan rencana yang matang. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian yang matang sebelum melakukan eksekusi pembangunannya.

Saat ini terdapat dua lokasi yang menjadi kandidat kuat ibukota baru, yaitu di kawasan Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur serta Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah.

Pada tahap awal, ibu kota baru direncanakan bisa menampung 1,5 juta penduduk. Perhitungan tersebut sudah termasuk perkiraan jumlah PNS pusat, pegawai legislatif, yudikatif, legislatif yang diperkirakan sebanyak 200.000 jiwa. Sementara untuk aparat Polri dan TNI sekitar 25.000 jiwa.

Bahkan, ibu kota baru akan dibangun dengan konsep ramah lingkungan. Sebab, pemerintah ingin calon ibu kota baru itu nyaman ditempati oleh para penghuninya.

“Nanti di ibu kota baru dibangun dengan konsep green city. Kalimantan yang lebih dekat dengan forest city dan energinya harus terbarukan, clean dan renewable energy,” ujar Bambang.

Pemerintah menginginkan ibu kota baru Indonesia dibangun dengan konsep yang matang. Misalnya, di lokasi tersebut nantinya masyarakat memasak tak menggunakan tabung has LPG 3 kilogram lagi.

“Di ibu kota baru tidak ada lagi LPG. orang nanti masak dengan jaringan gas kota yang dibangunlebih awal. Tidak seperti saat ini banyak yang bergantung dengan LPG karena tidak ada jaringan gas kota,” kata Bambang.

Selain itu, lanjut Bambang, pembangunan saluran air untuk masyarakat harus tertata rapih. Sehingga tak mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti di daerah lainnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com