Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Satu Pekerjaan Paling Berat di Dunia Akan Hilang Karena Ini

Kompas.com - 14/07/2019, 13:17 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber CNN

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekerja pencuci jendela pencakar langit menempati peringkat tertinggi di antara pekerjaan terberat di dunia.

Mereka yang dibayar lebih dari 27 dollar AS per jam seringkali harus bekerja untuk menggantung ratusan kaki di atas tanah. Upah yang tinggi dan tingkat turnover yang tajam telah membuat industri ini siap untuk memasuki otomatisasi.

Sebuah perusahaan startup Israel, Skyline Robotics ingin mengganti peran itu dengan robot, sambil mempekerjakan orang yang sama yang saat ini memegang pekerjaan itu.

"Kami sedang merekrut pembersih jendela," kata CEO dan salah satu pendiri Skyline, Yaron Schwarcz dikutip dari CNN, Minggu (14/7/2019).

"Kami memiliki banyak insinyur, tetapi untuk mengoperasikan robot, kami menyewa pembersih bekas jendela," tambahnya.

Baca: Robot akan Gantikan 20 Juta Pekerjaan di Seluruh Dunia pada 2030

Schwarcz menyampaikan, langkah itu adalah mencampurkan akal sehat dan moral yang baik. Sebab, orang-orang dengan pengalaman terbaik direkrut untuk menjadi pengawas robot-robot ini.

Lengan dan sikat robot membersihkan kotoran dan debu dari platform yang menjuntai dari bangunan, tetapi manusia masih harus berada di tanah untuk mengawasi proses setiap saat.

Sama seperti itu untuk pekerja pencuci jendela manusia, salah satu tantangan terbesar bagi robot adalah hal yang tidak terduga, seperti seseorang membuka jendela. Visi komputer dan sensor sentuh membantu robot merasakan bangunan untuk mengatasi tantangan ini.

"Pikirkan sensor yang kami kembangkan seperti tangan manusia. Kami telah merancang hal yang sama untuk robot sehingga kami meniru tangan manusia," kata Schwarcz.

"Setiap rintangan yang mungkin terjadi, seperti kepala yang melonjak keluar jendela, robot akan mengoreksi diri dan bergerak di sekitarnya agar tidak merusak jendela," sambungnya.

Tidak seperti manusia, robot membutuhkan peta 3D untuk melakukan pekerjaan mereka. Rencana permukaan bangunan dimasukkan ke dalam sistem, yang memperhitungkan setiap langkan, benjolan, dan hambatan lain yang mungkin dihadapi robot saat naik dan turun struktur.

Sistem penyaringan yang digunakan Skyline Robotics tidak memerlukan sabun atau Windex, namun menggunakan proses yang disebut reverse osmosis.

"Kami hipotiroid melalui air, mengeluarkan semua mineral darinya, dan kemudian kami menggunakan sifat alami air murni untuk menyerap garam, mineral, minyak, pasir dari bangunan," katanya.

Startup ini tidak menjual peralatan ke gedung pencakar langit. Ini bekerja dengan perusahaan manajemen properti atau fasilitas. Menurut perusahaan ini, strategi tersebut dapat mengurangi jumlah perusahaan pencuci jendela manusia saat ini lebih dari 10 persen.

"Perusahaan-perusahaan besar ini jauh lebih fokus pada SDM daripada pada bagian layanan dari apa yang mereka lakukan," kata Schwarcz.

"Membawa robotika ke industri pembersih jendela sangat membantu kedua sisi ini, kedua perusahaan pemeliharaan yang sekarang memiliki sistem yang dapat mereka gunakan untuk bekerja dan klien yang pada akhirnya akan membersihkan jendela," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com