Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cukupkah Hanya Mengurangi Angka Pengangguran?

Kompas.com - 22/07/2019, 17:16 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah angka pengangguran. Namun, cukupkah hanya mengurangi jumlah pengangguran?

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan angka pengangguran bisa berkurang. Kisarannya mencapai 3-4 persen.

"Tapi kita tidak hanya bicara sekedar mengurai pengangguran," kata Bambang di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (22/7/2019).

Baca juga: Data Februari 2019, Pengangguran Berkurang 50.000 Orang

Bambang menuturkan, saat ini angka pengangguran sudah relatif rendah jika dibandingkan beberapa tahun lalu. Akan tetapi, masih lebih banyak pekerja di Tanah Air yang bekerja di sektor informal dari total pekerja saat ini.

"Tetapi 60 persen masih level informal dan produktivitasnya rendah," ungkapnya.

Menurutnya, dengan data dan fakta tersebut pemerintah tidak boleh hanya berfokus untuk mengurangi jumlah pengangguran saja, tetapi harus menyimbangkan komposisi pekerja di sektor informal dan formal.

"Berarti kita tidak hanya cukup mengurangi angka pengangguran tapi perlu memperbaiki lebih banyak yang bekerja itu masuk ke sektor formal, baik sebagai pengusaha atau pekerja, produktivitasnya meningkat, upahnya pun membaik. Kalau umpahnya baik akan berdampak mengurangi kemiskinan," sebut dia.

Baca juga: Ini 5 Provinsi dengan Persentase Tingkat Pengangguran Terbesar

"Jadi pengangguran itu tidak hanya aspek angkanya, tapi juga seperti saya katakan tadi, pertisipasi perempuan (harus besar)," tambahnya.

Di samping itu, pemerintah juga kini berupaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sehingga bisa bersaing dan diserap oleh industri. Termasuk soal partisipasi perempuan dan kaum difabel untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa diskriminasi.

"Indonesia saat ini pertisipasinya baru 40 persen. Di negara mana pun pertisipasi permpuannuya minimal 70-80 persen. Bagaimana caranya kita supaya naik, syaratnya adalah menciptakan lapangan kerja yang tidak diskriminatif, artinya mudah dimasuki oleh perempuan dan bangkitnya ekonomi digital," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com