Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Perang Dagang AS-China Hanya Agenda Politik Kampanye Amerika

Kompas.com - 24/07/2019, 06:37 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, perang dagang yang terjadi antara Amerika dan China saat ini hanyalah agenda politik kampanye Amerika. Mengingat AS akan melangsungkan pemilihan presiden tahun 2020 mendatang.

"Perang dagang ini sifatnya menurut saya lebih kepada agenda politik Amerika. Retorika AS tentang anti-imigran dan anti-barang impor memang motif kampanye politik tahun 2020," kata Mirza Adityaswara di Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Baca: Ini Penyebab Indonesia Tak Menikmati 'Kue' Perang Dagang

Karena hanya agenda politik semata, Mirza menuturkan fenonema perang dagang ini bukanlah fenomena permanen, melainkan hanya tren temporer alias fenomena sementara. Ini juga berlaku untuk perang dagang Korea-Jepang yang kembali meledak baru-baru ini.

"Ini (perang dagang Korea-Jepang) trend temporer saja, nanti kalau Amerika sudah reda, negara lainnya juga pasti reda," ungkap Mirza.

Meski fenomena temporer, perang dagang diprediksi akan terus memanas hingga tahun 2020 atau sampai pemilihan presiden AS berakhir setidaknya. Namun, hal ini seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing khususnya dalam investasi, bukan pesimis pada kondisi perlambatan ekonomi global.

"Kita jangan pesimis, justru Indonesia harusnya bisa memanfaatkan untuk menangkap beragam investasi asing. Saat ini memang yang berhasil menarik investasi masuk sebagai diversifikasi adalah Vietnam. Harusnya Indonesia bisa menangkap hal itu juga," ujar Mirza.

Untuk itu, Mirza menyarankan pemerintah tetap berfokus pada kebijakan fiskal yang mampu menarik investasi dan mendorong ekspor dengan mengandalkan koordinasi antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

"Di dalam pemerintahan pusat perlu ada koordinasi antara kementerian dan lembaga-lembaga. Proses ini mesti dikawal. Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak kerjasama dengan negara lain dalam perjanjian bilateral dan multilateral," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com