Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Langsung Tolak Gaji Rp 8 Juta, Bagaimana Cara Negosiasinya?

Kompas.com - 25/07/2019, 16:57 WIB
Rosiana Haryanti,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Unggahan Instastory seorang pengguna Instagram viral di media sosial.

Isinya soal lulusan sebuah universitas ternama yang menolak tawaran gaji sebesar Rp 8 juta . Nominal itu dianggap tidak sesuai dengan capaian yang ia peroleh.

Lalu, bagaimana cara negosiasi gaji saat wawancara tanpa langsung menolaknya?

Psikolog dan konsultan HR, Arienda Anggraini M.Psi mengatakan, para pencari kerja yang baru lulus atau fresh graduate bisa saja menanyakan hal tersebut.

"Sebenarnya sih sah-sah saja seorang fresh graduate ingin mengetahui hak-hak apa saja yang akan ia terima saat bekerja di suatu perusahaan," ujar Arienda kepada Kompas.com, Kamis (25/7/2019).

Baca juga: Viral Tolak Gaji Rp 8 Juta, Ini yang Harus Diperhatikan Fresh Graduate

Arienda mengatakan, biasanya setiap perusahaan akan menanyakan nominal gaji yang diinginkan pada formulir aplikasi lamaran kerja.

Sementara, saat wawancara awal masalah gaji memang jarang dibahas oleh end user atau HRD karena fokus menggali kemampuan dan kompetensi calon pekerja.

Ia menyarankan, saat wawancara awal, para kandidat sebaiknya "menjual dirinya" untuk menarik perhatian pewawancara bahwa ia memiliki nilai lebih.

Biasanya, jika HRD merasa tertarik dengan pelamar kerja, maka mereka bisa langsung menanyakan gaji yang diinginkan saat itu juga.

Meski demikian, para kandidat dipersilakan menanyakan kisaran gaji yang diberikan perusahaan.

"Pantas enggak nanya gaji? Boleh saja, ketika sang interviewer memberi kesempatan untuk bertanya balik, biasanya di akhir sesi wawancara," kata Arienda.

Baca juga: Viral Fresh Graduate Tolak Gaji Rp 8 Juta, Ini Kata Pakar

Ia menyarankan, jika ingin menanyakan masalah gaji sebaiknya dengan bahasa yang diperhalus.

"Misalnya dengan kata-kata 'hak-hak apa saja yang bisa saya dapatkan jika bergabung di perusahaan ini?'" ucap dia.

Namun, jika kandidat menginginkan nominal yang lebih tinggi, maka sebelum wawancara sebaiknya mencari tahu standar gaji perusahaan tersebut.

Informasi ini bisa diperoleh dari website perusahaan ataupun orang dekat yang bekerja di tempat tersebut.

Hal ini diperlukan sehingga kandidat bisa mengukur apakah honorarium yang diperoleh sesuai dengan keinginan atau tidak.

Selain itu, informasi ini bisa menjadi pegangan sehingga mereka tidak langsung menego dengan nominal yang jauh dari jangakauan perusahaan.

Ia mencontohkan, misalnya lowongan pekerja IT atau teknologi informasi di perusahaan minyak dan gas, tentu memiliki standar gaji yang berbeda dengan posisi serupa di bank.

"Atau gaji karyawan administrasi di office akan berbeda dengan engineer di site meskipun sama-sama bekerja di company yang serupa," kata dia.

Kedua, kandidat bisa menanyakan keuntungan lain yang diperoleh selain gaji, seperti asuransi kesehatan, insentif lembur, dan lain-lain.

"Karena ada perusahan yang gajinya besar tapi ternyata dana kesehatan kecil, (asuransinya ada limit atau BPJS), enggak dapat insentif lembur, atau sebaliknya, gaji tidak fantastis tapi asuransi tidak ada plafon, ada lembur dan lain-lain," ujar Arienda.

IlustrasiThinkstockphotos Ilustrasi
Arienda mengatakan, jika seorang pencari kerja lulusan baru atau fresh graduate merasa memiliki nilai lebih sehingga harus dibayar tinggi, maka ia seharusnya menunjukkan kemampuan yang dimilikinya.

"Sebaiknya tidak sebut nominal angka hanya minta dinaikkan dari penawaran yang diajukan perusahaan," kata dia.

Hal ini bisa diperlihatkan melalui kegiatan organisasi atau komunitas yang pernah diikuti.

Selain itu, para fresh graduate juga bisa kualitas diri dyang lebih baik dibanding pelamar lain.

Kualitas tersebut tercermin dari pengalaman magang dan organisasi yang relevan sehingga ia dianggap lebih bisa beradaptasi di dunia kerja dibanding pelamar lainnya.

Baca juga: Viral Tolak Gaji Rp 8 Juta, Ini Gaji Fresh Graduate Versi BPS

Tak hanya itu, kandidat juga bisa melampirkan sertifikat atau kursus yang pernah diikuti.

Pelamar juga bisa menampilkan soft skill yang dibutuhkan seperti mudah bekerja sama, mudah beradaptasi, mau belajar, dan lain-lain. 

Arienda menyebutkan, soft skill tersebut akan terlilhat dari curriculum vitae (CV) yang dibawa peserta dan bisa dijelaskan saat wawancara. 

"Pada saat interview juga akan terlihat oleh interviewer-nya bagaimana si calon bisa membawa diri. Soft skill mau belajar misalnya, terlihat di CV-nya apa saja kursus yang dia ikuti seputar background pendidikan maupun di luar bidang pendidikannya," kata Arienda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com