Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Uni Eropa, Aturan Teknis Moratorium Sawit Perlu Diterbitkan

Kompas.com - 09/08/2019, 20:51 WIB
Kurniasih Budi

Editor

KOMPAS.com - Pemerintah perlu mempercepat terbitnya peraturan teknis pelaksanaan untuk mendukung Instruksi Presiden No. 8/2018 tentang moratorium izin baru perkebunan kelapa sawit, yang selama ini dianggap multi interpretasi.

Peraturan teknis pelaksanaan tersebut dapat memberi kepastian hukum bagi para pelaku industri kelapa sawit nasional.

Praktisi hukum perkebunan Dentons HPRP Maurice Situmorang berpendapat, moratorium sawit yang ditetapkan pemerintah memfasilitasi survei produksi sawit nasional.

Langkah itu, imbuh dia, sekaligus upaya merangkul keinginan Uni Eropa untuk memastikan bahwa produksi sawit dalam negeri berkelanjutan.

Baca juga: Ada Moratorium Sawit, Darmin Pastikan Pemerintah Tidak Larang Tambahan

Ia menjelaskan, instruksi presiden tersebut tidak dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan teknis yang memadai.

Dengan demikian, ia melanjutkan, terjadi ketidakpastian di antara para pelaku industri.

Menurut dia, peraturan itu juga dapat menjadi amunisi pemerintah melawan langkah Uni Eropa.

Sebagai informasi, Uni Eropa berusaha membatasi impor minyak kelapa sawit dari Indonesia dan menerapkan cukai cukup besar kepada para eksportir minyak sawit dari Indonesia.

“Dengan adanya peraturan itu akan menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tegas dalam upaya menjadikan industri perkebunan sebagai industri yang sustainable dan tetap dalam komitmennya menjaga kelestarian dan keberagaman hutan Indonesia,” kata dia dalam pernyataan tertulis, Jumat (9/8/2019).

Indonesia maju ke WTO

Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia tengah berupaya menuntut Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) atas tindakannya merancang kebijakan bertajuk Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II yang diajukan oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019.

Kebijakan itu mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai produk yang tidak berkelanjutan dan memiliki resiko tinggi. Kebijakan tersebut berpotensi menghambat masuknya CPO dari Indonesia ke Eropa.

Selain itu, Uni Eropa juga menerapkan Bea Masuk Imbalan Sementara (BMIS) terhadap impor biodiesel dari Indonesia terkait dugaan subsidi pada produk sawit. Adapun bea masuk itu sekitar 8 hingga 18 persen dan dijadwalkan mulai berlaku 6 September 2019.

Ia menegaskan, WTO merupakan badan yang tepat untuk menyampaikan keberatan pemerintah Indonesia.

Baca juga: Minyak Sawit "Dikerjai" Uni Eropa, RI Ancam Bawa ke WTO

Apalagi, Indonesia pernah menang melawan Uni Eropa di WTO pada 2013–2015 saat Uni Eropa menerapkan bea tambahan terhadap biodiesel.

Namun demikian, upaya pendekatan lain juga dapat diterapkan pemerintah terhadap Uni Eropa.

“Mungkin harus dilakukan semacam political approach dengan penekanan bahwa dalam kegiatan perdagangan internasional jangan sampai ada salah satu pihak merasa superior dari yang lain,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com